Dukung Dakwah Inklusif, PPPA Daarul Qur’an Gandeng PT Akad Selenggarakan Pelatihan Guru Mushaf Isyarat
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menyebutkan, kurang lebih terdapat 4,9 juta jiwa penyandang disabilitas sensorik rungu wicara (teman tuli) di Indonesia, dan sekitar 80% dari totalnya beragama Islam (4,5 juta jiwa). Meski demikian, akses teman tuli untuk mempelajari Al-Qur’an masih terbatas. Berbeda dengan penyandang disabilitas sensorik netra (tunanetra) yang telah mendapatkan akses belajar Al-Qur’an sejak 1984.
Gagasan penyusunan Al-Qur’an isyarat ini sendiri tercetus pada 2020 saat Lembaga Pentashihan Mushaf al-Qur’an (LPMQ) Kemenag RI dikunjungi oleh pengurus Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) untuk meminta pemerintah melakukan standardisasi media literasi Al-Qur’an bagi teman tuli. Karena pada masa itu, berbagai daerah menggunakan metode belajar Qur’an yang berbeda-beda. Hingga akhirnya diluncurkanlah Al-Quran isyarat pada Januari 2023 dalam bentuk Juz Amma, dan dalam format Al-Qur’an pada 2024.
Oleh karenanya, Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) PPPA Daarul Qur’an yang memiliki core gerakan tahfizhul Qur’an, ikut mengambil peran dalam literasi dakwah Qur’an isyarat ini. Lembaga ini telah melakukan berbagai pelatihan dan pembinaan Al-Qur’an kepada teman tuli sejak 2022 silam di Yogyakarta, dan kemudian geraknya menyebar ke wilayah lainnya di Indonesia.
Pada awal November 2025, Laznas PPPA Daarul Qur’an melaksanakan program Pelatihan Guru Mushaf Isyarat untuk pertama kalinya di wilayah Tangerang. Bekerja sama dengan PT Akad Media Cakrawala sebagai donatur utama, Laznas PPPA Daarul Qur’an menggandeng LPMQ Kemenag RI sebagai pemateri, dan komunitas tuli seperti Asosiasi Tuli Muslim Indonesia (ATMI) dan Majelis Ta’lim Tuli Indonesia (MTTI).
Pelatihan yang terbatas untuk 50 orang ini dilaksanakan di Institut Daarul Qur’an (IDAQU) pada Rabu (5/11/2025). Pelatihan ini dihadiri peserta yang ingin berkomitmen menjadi pengajar Al-Qur’an isyarat, yang tidak hanya berasal dari kalangan normal tetapi juga hampir 50% nya diikuti oleh teman tuli. Hambatan komunikasi dalam pelatihan ini kemudian dijembatani oleh seorang juru bahasa isyarat (JBI) yang mengawal kegiatan ini dari awal sampai akhir.
Pemateri asal LPMQ Kemenag RI, Dr. H. Deni Hudaeny Ahmad Arifin, L.c., M.A. menyebutkan, Al-Qur’an adalah hudallinnass, hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān, sebagai kitab petunjuk bagi seluruh manusia. “Jadi siapapun manusia itu apakah ia beriman, apakah ia mendengar atau tidak mendengar, apakah ia melihat atau tidak melihat, semuanya berhak mendapatkan cahaya hidayah dari Allah SWT. Sehingga tantangan terbesar adalah cara menyampaikan dakwah kepada teman tuli,” katanya.
Ia juga menyampaikan, Kemenag RI sangat concern dengan penyediaan layanan kitab suci untuk penyandang disabilitas dalam bentuk buku pedoman, Juz Amma, Al-Qur’an, dan terjemahannya. “Sehingga diharapkan dengan layanan kitab suci Al-Qur’annya itu kita bisa memberikan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang terus bertambah, yang bisa menerangi dalam kegelapannya,” ujar lulusan Al-Azhar Kairo, Mesir ini yang dahulu diamanahkan menjadi kepala tim penyusun mushaf Al-Qur’an isyarat.
Ia melanjutkan, “Alhamdulillah PPPA Daarul Qur’an menyelenggarakan suatu kegiatan yang luar biasa mencoba memperkenalkan Al-Qur’an isyarat kepada teman-teman sahabat tuli, sehingga berharap mudah-mudahan sahabat tuli bisa mengenal Al-Qur’an dan memahaminya, serta dapat mengamalkan kandungan dari Al-Qur’an itu sehingga bisa memberi hidayah dan petunjuk bagi sahabat-sahabat tuli baik di dunia maupun di akhirat.”
Ketua ATMI dan MTTI ustadz Rama Syahti, S.T. yang juga menjadi pemateri dan pembimbing praktik pada kegiatan ini menyebutkan, ada dua metode pengajaran al-Qur’an isyarat, yaitu metode tilawah dan metode kitabah. “Tetapi yang biasanya mudah diterima mereka adalah metode kitabah karena tidak terlalu rumit dan mengutamakan visual. Setiap huruf diisyaratkan jadi tidak ada hukum tajwid yang sulit atau mendalam,” ujarnya seperti diterjemahkan oleh JBI, ustadz Farid.
Ia juga melanjutkan, untuk pengajaran sendiri hambatannya adalah tergantung kondisi teman tuli dan usia. Ada juga teman tuli yang baru mengenal huruf hijaiyah, maka perlu waktu untuk mengajarinya.
Pria yang kehilangan pendengarannya sejak usia tiga tahun akibat demam ini berharap agar kegiatan pelatihan ini makin banyak. “Harapan kami, ke depannya makin banyak ya kegiatan seperti ini, dan Qur’an isyarat bisa diajarkan ke seluruh Indonesia, banyak yang menguasai,” demikian JBI.
Salah satu peserta, Muhammad Izharuddin asal Pontianak menyebutkan bahwa ini merupakan hal baru baginya sehingga ia tertarik mengikuti kegiatan pelatihan ini. Ia yang berprofesi sebagai guru di Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an (STKQ) Al-Hikam, Depok ini juga merasa dakwah Al-Qur’an untuk teman tuli harus terus didorong agar mereka bisa mendapatkan fasilitas yang sama dalam literasi Al-Qur’an.
“Saya melihat kita punya saudara-saudara yang perlu untuk mendapatkan fasilitas yang sama dengan kita untuk membaca Al-Qur’an yang fasih dan lancar. Karena mereka memiliki keterbatasan secara fisik dan memerlukan perhatian dari kita-kita yang diberikan kesempurnaan fisik dengan berbagi dan mengikuti kegiatan ini, untuk kemudian dapat mengaktualisasikan ilmunya kepada mereka,” ujarnya.
CEO PT Akad Media Cakrawala Andri Agus Fabianto sebagai mitra utama yang mendukung kegiatan ini merasa terharu saat berinteraksi dengan teman tuli. Ia menyampaikan bahwa semua orang berhak untuk belajar Al-Qur’an. “Saya merasa bahagia, sedih, haru menjadi satu berada di antara orang-orang spesial ini. Bayangkan, di tengah keterbatasannya mereka semangat belajar Al-Qur’an. Semua orang berhak belajar Al-Qur’an, bukan hanya orang-orang yang lengkap secara indra, tapi mereka yang memiliki kekurangan pun berhak,” ujarnya.
Ia juga berharap, kegiatan ini tak harus menunggu diselenggarakan oleh pemerintah, tapi juga bisa diinisiasi oleh masyarakat yang peduli dengan dakwah untuk kalangan disabilitas. “Harapannya, kan kita selalu berharap pemerintah yang terus memberikan, ya. Tapi saya pribadi punya prinsip, kalau bisa dari saya, atau orang-orang yang paling dekat. Kalau bisa dari kita untuk mendukung dakwah ini, sekarang juga harus dilakukan,” ujarnya.
Direktur Program Laznas PPPA Daarul Qur’an Zainal Umuri menyebutkan alasan menghelat kegiatan pelatihan guru mushaf isyarat. “Alasan kami mengadakan pelatihan ini untuk mendukung dakwah inklusif, sebagaimana inti gerakan kami yaitu tahfizhul Qur’an, dan juga karena masih banyak di luar sana para sahabat tuli yang belum mendapatkan pembelajaran Al-Qur’an isyarat dengan baik. Maka hari ini kami ingin melahirkan mereka-mereka yang ingin mengajarkan Al-Qur’an isyarat kepada yang membutuhkan dengan berkolaborasi bersama lembaga lain, donatur, masyarakat. Seperti kegiatan yang sekarang ini kami berkolaborasi dengan PT Akad, LPMQ, dan komunitas tuli,” katanya.
Zainal juga berharap agar para peserta kegiatan ini dapat mengajarkan lagi ilmunya kepada masyarakat. “Harapan kami untuk para peserta ini nantinya bisa mendapatkan bekal untuk mengajar, dan juga ini menjadi bekal untuk membantu masyarakat lebih luas lagi. Harapannya ini tidak putus sampai di sini, artinya teman-teman mencari peluang-peluang pembelajaran yang lain sehingga memang keilmuannya sebagai pengajar Qur’an isyarat semakin meningkat,” pungkasnya. (Diyah Kusumawardhani)






