Air Bersih yang Dinanti Warga Patia
Kekeringan melanda Patia, sebuah desa di Pandeglang, Banten. Warga di daerah itu menanti datangnya guyuran hujan sejak tujuh bulan terakhir. Setiap hari, mereka terus berpikir untuk bertahan hidup di tengah kemarau panjang. Ladang, sawah, sumur, bahkan sungai semuanya mengering.
Kekeringan membuat warga gelisah. Tak hanya para petani yang terancam hasil panennya gagal karena kekurangan air, ibu rumah tangga pun kesulitan mencari air bersih untuk memasak, mencuci dan minum keluarganya.
Segala keluh kesah warga akhirnya terobati setelah datangnya air bersih sebanyak 48.000 liter dari PPPA Daarul Qur'an, Senin (23/9). Kedatangan air bersih pada pukul 03.00 WIB, tak menyurutkan semangat warga. Mereka rela berbondong-bondong membawa jerigen dan ember ke lokasi pembagian air bersih.
Dedi yang merupakan Ketua Rukun Tetangga langsung mengkoordinir warga agar tak berdesakan saat mengambil air bersih. "Alhamdulillah meski air bersih kloter pertama datang jam tiga pagi, warga tetap rela antre demi mendapatkan air bersih," ucap Dedi.
Air bersih berikutnya datang pada siang hari. Benar saja, kerumunan warga semakin padat. Sebelum truk pembawa tangki air sampai, ratusan jerigen, ember, serta galon sudah berjajar menunggu air. Ibu-ibu, bapak-bapak, bahkan anak-anak pun menanti sembari duduk di emperan rumah warga.
Setelah air bersih datang, seluruh warga seketika bekumpul untuk mendapatkan air. Salah satu yang mengantre di barisan ibu-ibu adalah Surna (39). Ember dan galon milik Surna sudah berbaris, sedangkan dirinya menunggu air dituangkan ke wadah miliknya tersebut.
Surna dan seluruh warga terlihat sangat bahagia dengan datangnya air bersih ini. Bahkan, di tengah proses pembagian air, salah seroang warga mengguyur dirinya dengan air. Seketika, beberapa warga pun turut menyiramnya hingga basah kuyup.
Kini Surna sudah memiliki persediaan air bersih untuk beberapa hari. Setidaknya, ia tak harus menjinjing ember ke sungai untuk mengambil air. Belum lagi kualitas air sungai yang tidak layak konsumsi. Sebab, selain berwarna kehijauan, air sungai itu pun kini mengeluarkan bau apek dan lumpur.
"Biasanya ambil air di kali (sembari menunjuk arah sungai tersebut). Sekarang masih ada itu, cublek-cublek airnya hejo, ngambilnya di situ. Hejo juga diambilin, dipakai nyuci bajunya bau. Pakai saja, orang adanya. Pakai sabun beberapa bungkus juga masih saja bau, bau apek, bau lumpur," ucap Surna dengan bahasa campuran Sunda dan Indonesia.
Kesulitan air bersih membuat Surna dan warga Patia terpaksa memanfaatkan air sungai yang sudah hijau dan bau untuk keperluan sehari-hari, seperti mencuci piring, pakaian hingga mandi. Bahkan, ketika pagi dan sore, mereka mandi di sungai yang terbuka tanpa adanya penutup.
Sedangkan untuk konsumsi, mereka harus membeli air bersih. "Waktu belum ada bantuan mah airnya beli buat masak nasi, masak sayur, masak air, minum. Nanti habis, beli lagi. Kalau keluarganya banyak mah dua hari habis," terang Surna.
Kini setelah bantuan air kehidupan hadir untuk warga Patia dan sekitarnya, Surna serta warga lainnya dapat kembali menikmati air bersih tanpa harus membeli atau menggunakan air sungai. Terhitung sebanyak 10 RT dapat menerima manfaat air bersih ini. "Terima kasih PPPA Daarul Qur'an," ucap Surna yang diikuti ibu-ibu lainnya. (dio/ara)