Impian Hakim Menjadi Pimpinan Daerah dengan Al-Quran
Beragam impian dimiliki para mahasiswa penerima Beasiswa Tahfizh Qur’an (BTQ) for Leaders. Tak hanya cita-cita dalam bidang pendidikan dan ekonomi yang lazim dimiliki para penghafal Qur’an ini, tapi juga politik.
Seperti Abdul Hakim Aziz yang memiliki cita-cita dalam bidang politik. Mahasiswa jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini mengaku ingin menjadi kepala daerah.
“Sejujurnya saya sangat ingin menjadi kepala daerah. Alasannya karena ketika saya menjadi kepala daerah, saya bisa menyisipkan nila-nilai Al-Qur’an pada setiap aturan dan kebijakan, entah itu berbentuk Perda atau semacamnya. Dengan begitu terbentuknya masyarakat madani semakin mudah untuk dicapai,” kata Hakim, Selasa (9/4).
Untuk mewujudkan cita-citanya, selain mempertajam kemampuan memimpin melalui program BTQ for Leaders, ia juga mengikuti banyak organisasi, diantaranya HMI dan Forum Pasundan Bergerak.
“Saat ini saya juga diamanahi sebagai ketua kontingen mewakili kampus UPI Bumi Siliwangi untuk perhelatan Temu Civitas Akademika di Kampus UPI Cibiru. Jadi selama kurang lebih delapan bulan ini saya fokus mempersiapkan itu,” ujar lulusan SMK Negeri 2 Cimahi ini.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini telah menyelesaikan 30 juz hafalannya. Menurutnya, istiqamah menghafal namun dibarengi dengan menjalani perkuliahan dan segudang aktivitas lainnya bukanlah hal yang mudah untuk dijalani.
“Kalau ditanya susah atau tidak menghafal sambil kuliah, memang agak sulit, khususnya membagi waktu dan memprioritaskan salah satunya. Jujur saja dulu sebelum kuliah saya merasa mudah membagi waktu untuk muroja’ah. Setelah kuliah agak sulit karena harus membagi waktu dengan kuliah, tugas, organisasi dan sebagainya. Tapi di sisi lain saya senang karena ini menjadi tantangan yang harus saya hadapi,” papar lelaki kelahiran Garut, 1 April 1996 ini.
Menjaga Hafalan Qur’an
Maka salah satu cara menjaga agar hafalannya tak hilang, Hakim mengajar al-Qur’an. Ia mengaku merasa senang saat bisa mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain.
“Saya merasa senang bisa berbagi apa yang saya punya dan apa yang saya bisa tentang Al-Qur’an. Karena saya pikir, apa yang saya bagikan akan kembali kepada saya, dan saya merasa lebih bersemangat untuk mendalami Al-Qur’an yang manfaatnya bisa diambil oleh orang banyak,” ujarnya.
Oleh karenanya ia mengajak para pemuda agar sama-sama peduli dengan nilai al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Bagi muda-mudi yang saat ini sedang berproses dengan al-Qur’an mari kita sama-sama rapatkan barisan sebagai generasi Qur’ani untuk bangsa, negara dan Agama. Mau jadi apapun kita, profesi apapun yang kita geluti, yang penting kita hafal Qur’an. Jadi Guru, guru yang hafal Qur’an. Jadi pengusaha, pengusaha yang hafal Qur’an. Pokoknya mau jadi apapun asalkan kita hafal dan paham al-Qur’an,” ujarnya.
Ia juga berpesan agar program BTQ for Leaders ini tetap dipertahankan keberlangsungannya. “Bagi saya program BTQ sangat diharapkan bagi mahasiswa seperti kami. BTQ punya nilai plus ketimbang beasiswa yang lain. Di BTQ kita dibina, dan yang menjadi nilai plusnya adalah Al-Qur’an. Tidak seperti beasiswa yang lain yang hanya memberikan bantuan tanpa pembinaan yang intensif. Di BTQ kita dibina secara intensif sehingga kita bukan hanya sekedar penerima manfaat tetapi juga diharapkan memberikan manfaat kepada orang lain. Harapan saya BTQ terus dikembangkan karena dengan program ini akan banyak menghasilkan sarjana yang berkualitas dan hafal al-Qur’an sehingga lulusan-lulusan ini bisa memberikan manfaat lebih ketimbang lulusan yang tidak paham Al-Qur’an,” harapnya.
Mari terus dukung Hakim dan para penerima manfaat program BTQ for Leaders ini untuk mewujudkan mimpinya menjadi sarjana dan penghafal al-Qur’an melalui program “Kaderisasi 1.000 Sarjana Penghafal Al-Qur’an”. Semoga donasi yang dikeluarkan dapat menjadi pemberat timbangan kebaikan di akhirat kelak. Aamiin.