Nenek-nenek Penghafal Qur'an, Sosok Inspiratif di Hari Lansia Nasional
Memperingati Hari Lanjut Usia (Lansia) Nasional yang jatuh pada Jumat (29/5) ini, PPPA Daarul Qur'an ingin mengangkat kembali sosok-sosok pejuang Qur'an yang tetap istiqomah menghafal kalam-kalam-Nya di usia senjanya.
Mereka yang sudah berusia setengah abad lebih namun selalu mementingkan Al-Qur'an di setiap aktivitasnya. Meski lisan sudah mulai kelu, namun ucapan mereka tetap syahdu sebab lantunan ayat Qur'an selalu mengiringi setiap waktu.
Mereka adalah nenek-nenek penghafal Qur'an. Sebut saja Nenek Madinah (76), Nenek Jusma (73), Nenek Armahinti (50), dan Nenek Asdawis (52). Meski sudah berumur, mereka adalah santri di Rumah Tahfidz Al-Wustho yang berada di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Pada Desember 2019 lalu, keempatnya menjadi ratu dalam perhelatan wisuda tahfidz yang digelar oleh rumah tahfidz tersebut. Bersama anak-anak dan cucu-cucunya, mereka didaulat sebagai wisudawati dengan kategori yang berbeda, mulai dari 1, 2, 3 hingga 5 juz.
Para "Srikandi", begitulah Ustadz Syukur Usman, Koordinator Daerah Rumah Tahfidz Sumatera Barat menyebut mereka. Julukan itu tak lain karena semangat mereka dalam belajar dan menghafal Al-Qur'an meski usianya tak muda lagi.
"Nenek semangat, terus menghafal dengan ustadz," ujar Nenek Madinah yang sudah menghafal satu juz selama enam bulan di Rumah Tahfidz Al-Wustho tersebut.
Bukan tanpa alasan, salah satu motivasi Nenek Madinah menghafal Al-Qur'an adalah agar meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Sebab tidak ada yang mampu menyelamatkannya di akirat, selain amal ibadah di dunia, termasuk dari hafalan Qur'annya.
"Menghafal, supaya nanti nenek waktu meninggal, bisalah husnul khatimah, bisa nenek moco Qur'an, insya Allah," imbuhnya dalam logat bahasa Minangkabau.
Sejalan dengan Nenek Madinah, Nenek Jusma pun sangat menginginkan saat-saat terakhir dalam hidupnya dihabiskan bersama Al-Qur'an. Ia berharap, Al-Qur'an akan datang pada hari kiamat kelak dengan syafaat untuk dirinya dan para ahlul Qur'an lainnya.
"Nenek ingin meninggal dalam keadaan menghafal," ucap Nenek Jusma.
Menurutnya, usia tak menghalangi seseorang untuk belajar dan menghafal Al-Qur'an. Buktinya ia dapat menghafal dengan bekal niat dan semangat. Bahkan, semangatnya melebihi ketiga rekannya.
"Kalau saya coba-coba, mudah-mudahan dapet (hafalan), jadi hafal. Setelah dihafal, diamalkan," tuturnya.
Tak hanya para nenek asal tanah minang, banyak juga ditemukan para guru ngaji berusia lansia yang masih aktif berdakwah dan mengajarkan Al-Qur'an. Sebut saja Abah Husin, guru ngaji berusia 80 tahun yang berasal dari pelosok Banten. Atau Ua Halimah, lansia asal pelosok Palembang yang juga masih aktif mengajarkan masyarakat membaca Al-Qur'an.
Direktur Utama PPPA Daarul Qur'an Abdul Ghofur mengapresiasi semangat para lansia ini dalam dakwah Al-Qur'an. Pada Hari Lansia 2020 yang berada ditengah pandemi ini, Ghofur mengajak masyarakat untuk meneladani semangat mereka.
"Melalui keempat Srikandi dari tanah Minang dan para lansia dari seluruh pelosok tanah air yang masih aktif berdakwah, ada pelajaran penting yang dapat diambil berupa semangat pantang menyerah. Sebab, Allah hanya akan menolong hamba-Nya yang berusaha. Untuk anak muda, jangan mau kalah dengan para nenek ini. Sementara untuk Bapak dan Ibu yang sudah Lansia, tidak ada kata terlambat untuk menghafal Al-Qur'an," katanya.
Ia melanjutkan, ditengah masa pandemi seperti saat ini, semangat para nenek ini harus ditiru. Tak hanya dalam menghafal Al-Qur'an tapi juga dalam menghadapi masa krisis akibat wabah, yaitu tetap optimis dan percaya bahwa Allah SWT akan memberikan pertolongan untuk segera mengakhiri wabah ini.
"Insya Allah wabah akan segera usai. Ditengah pandemi ini, mari kita jaga para lansia agar tetap sehat, terhindar dari wabah, dan tetap semangat belajar serta mengajarkan Al-Qur'an."(diyo/mnx)