Ruang Publik Kedermawanan Hari Ini

Ruang Publik Kedermawanan Hari Ini
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Ruang publik kedermawanan masyarakat Indonesia terus menjadi perbincangan antar bangsa setelah publikasi hasil kajian Charity Aid Foundation (CAF) dengan World Giving Index (WGI)-nya pada 2020 lalu. Bangsa Indonesia menempati peringkat satu WGI mengalahkan Selandia Baru yang mahsyur sebagai salah satu sistem pendidikan terbaik di dunia yang berada di peringkat empat. Agaknya, kedermawanan sebagai salah satu wacana terus menguat di tengah perbincangan sekaligus praktiknya selama lebih dari dua tahun bulan pandemi COVID-19 di Indonesia. Kedermawanan menjadi salah satu kekuatan resiliensi masyarakat Indonesia menghadapi gelombang kasus positif COVID-19.

Kedermawanan masyarakat Indonesia menjadi diskursus dalam ruang publik hari ini: menjadi jalan keluar atau menjadi strategi bertahan bangsa Indonesia menghadapi anomali situasi di berbagai bidang kehidupan. Ruang publik kedermawanan masyarakat Indonesia yang dihadapkan pada situasi pandemi hari ini tidak lepas dari garis historisnya yang mengakar kuat dalam kebudayaan. Amelia Fauzia dalam Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di Indonesia (2016:69) pun menuliskan tentang praktik filantropi sudah ada sejak masyarakat Hindu di Indonesia pada abad ketigabelas Masehi. Kita harus memahami dua hal bahwa: ruang publik adalah sesuatu yang sangat cair, sedangkan kedermawanan adalah salah satu diskursus historis yang menjadi karakter budaya masyarakat Indonesia yang melampaui agama dan politik.

Ketika kedermawanan sudah menghiasi ruang publik kita hari ini melalui iklan dan konten media sosial, maka sudah sejatinya praktik kedermawanan masyarakat Indonesia tidak pernah berubah dari masa ke masa. Kedermawanan masyarakat Indonesia memang sejak awal berkarakter moncer dan sangat fleksibel tanpa menimbang lagi tolok ukur agama, etnis, dan suku. Kepedulian atas rasa penderitaan bersama tidak akan bisa menjadi kedermawanan sosial tanpa kekuatan fleksibilitas kedermawanan itu sendiri. Kedermawanan harus bersifat fleksibel dan tidak terikat identitas. Kemunculan berbagai macam crowdfunding, cross content di banyak platform, serta kekuatan citizen journalism yang mengabarkan kisah-kisah inspiratif sekaligus pilu adalah bukti-bukti bahwa kedermawanan memang sangat fleksibel, cair, dan melampaui identitas sosial agar tidak menemui kebuntuan-kebuntuan dalam penyaluran dan penyampaian amanat.

Dalam bab The Pandemic Within the Pandemic of 2020: A Spiritual Perspective, Tery S. Audate (Carol Tosone (ed.), 2021: 271) menjelaskan bahwa trauma bersama yang dirasakan selama pandemi COVID-19 menyadarkan kita untuk lebih baik peduli dan hidup secara komunal daripada hidup dengan kesendirian di skala kita bertetangga. Jika ditarik pada skala yang lebih luas dari bertetangga, ada kisah perjuangan garda terdepan tenaga kesehatan merawati pasien COVID-19, pejuang nafkah yang tak tentu mendapat penghasilan untuk makan sehari-hari, atau bahkan pelaku usaha yang dengan terpaksa merumahkan karyawannya, juga kisah pilu lainnya akan terlihat menjadi sebab bergesernya karakter gerakan kedermawanan masyarakat Indonesia menjadi sangat cair.

Pandemi COVID-19 merubah karakter gerakan kedermawanan menjadi sipil-kolaboratif. Pada tingakatan kelembagaan, kedermawanan sosial pada awal pandemi COVID-19 mengalami konsolidasi sekaligus kolaborasi oleh Forum Zakat (FOZ) di tingkat nasional untuk merespon apa-apa saja resiko sosial, ekonomi, dan kesehatan di berbagai level masyarakat. Respon kolaborasi berbagai lembaga filantropi Islam oleh Forum Zakat pada awal pandemi COVID-19 di Indonesia hingga hari ini yang memassifkan diskursus tentang problem-problem sosial juga ikut menggerakkan masyarakat sipil untuk tetap bergerak secara langsung berkontribusi pada saudara dan tetangga terdekatnya. Juga pada aspek yang lebih luas, sosialisasi media yang dilakukan banyak lembaga filantropi Islam menjadi penggerak diskursus serta praktik kedermawanan sosial yang langsung melakukan intervensi di berbagai masalah yang ada. Misal, menurut situs Tempo.co (24/04) pertumbuhan praktik kedermawanan sosial bisa kita baca pada peningkatan donasi melalui kanal-kanal digital di berbagai platform.

Pertumbuhan praktik kedermawanan sosial di berbagai platform digital selama pandemi COVID-19 di Indonesia membuka peluang sekaligus tantangan manajemen baru di berbagai lembaga filantropi Islam. Tata kelola kelembagaan dipaksa menjadi lebih cepat dalam memproses informasi dari gubuk mustahik sampai pada meja pengambil kebijakan lembaga untuk melahirkan keputusan intervensi program. Pemanfaatan teknologi informasi dan media menjadi kekuatan dalam merespon isu-isu selama pandemi COVID-19. Digitalisasi menjadi jalan utama ikhtiar percepatan tata kelola kelembagaan merespon tantangan dan masalah sosial yang terjadi. Percepatan pasca pemanfaatan teknologi informasi dan media digital di berbagai bidang manajemen kelembagain pada akhirnya menuntut kekuatan dan kecepatan adaptasi pelaku-pelaku di dalamnya. Susan U. Raymond dalam The Future of Philanthropy (2004:107) menuliskan tentang lembaga filantropi harus terus berbenah dan tidak berada dalam “kepuasan diri”. Adaptasi terus menerus sebuah lembaga filantropi harus dihadapkan pada “keuntungan kompetitif” yang mendorong sebuah lembaga yang sudah “baik” menjadi “terbaik”, yang sudah “terbaik” untuk tidak segera “puas diri”.

Pandemi COVID-19 di Indonesia memang menyadarkan kita tentang nalar komunal yang mengakar pada riwayat historis saya dan anda untuk peduli dan bergerak saling menguatkan tanpa hirau identitas sosial, politik, dan ekonomi. Fleksibilitas kedermawanan yang memberikan kekuatan resiliensi terhadap masalah bersama di tengah pandemi sudah sewajarnya juga menjadi karakter dan cara kerja berbagai praktik filantropi dari ranah individu sampai kelembagaan. Pada akhirnya, kolaborasi dan percepatan tata kelola lembaga filantropi Islam melalui digitalisasi akan meringkas alur proses masalah dari gubuk mustahik sampai meja keputusan pimpinan lembaga filantropi untuk memberikan manfaat melalui intevensi program secara maksimal dan manusiawi.[]

(artikel Juara I Lomba Menulis Artikel Milad Sekolah Amil Indonesia ke-5)