Sapa Subuh dari Patia

Sapa Subuh dari Patia
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

“Apa kabar Pak, ini dari Patia. Masih ingat,” suara di ujung Handphone (HP) yang saya kenal dua tahun lalu.

Kapan jembatan dibangun? Di Cisereuhen udah di Tangerang kabarnya juga sudah,” satu persatu suara itu membuka lembaran “janji”.

Desa Patia di Kecamatan Patia, Pandegelang, Banten adalah jejak awal program bangun jembatan diinisiasi. Nyaris dimulai, tapi malah yang terwujud di kecamatan Ciseureuhen. Bahkan setelahnya sebagian rangka baja jembatan mau dikirim, tapi tertunda. Kali ini yang terwujud justru Jembatan di Parung Panjang, perbatasan Tangerang-Bogor.

Ramadan kali ini, janji itu menyengat lagi. Ditambah suara habis Subuh tadi di ujung HP menghentak kesadaran. Kabar baiknya, Direktur Ekskutif PPPA, Tarmizi As Shidiq sudah memberi lampu hijau.

“Silakan dimulai. Alloh yang akan sempurnakan,” pesan midas itu yang selalu jadi penguat tim mengambil keputusan.

“Sekarang mulai sering banjir pak. Anak-anak seperti biasa yang berangkat ke sekolah suka pada kepeleset, jatuh ke sungai”, tutup sapa Subuh dari Pak RT Patia.

Selama mengurus pembangunan jembatan, beberapa kali saya melihat anak jatuh ke sungai, motor dengan muatan hasil pertanian terjun dari jembatan bambu, hingga seorang ibu di Gowa, Sulawesi Selatan yang terpelesat hingga bagian pahanya menghantam seling jembatan. Sakitnya tak terperi.

Bagaimanapun kondisinya, mereka tidak punya pilihan kecuali melalui jembatan-jembatan maut itu. Kita tak cukup mengutuki kekuasaan dalam pengabdian kemanusiaan. Tapi kita hanya perlu berbuat, meski hanya langkah kaki sejengkal.

Jembatan ketiga akan dibangun usai lebaran. Untuk memenuhi janji di Patia.

Created By : Pegiat Kemanusiaan, Sunaryo Adhiatmoko