Antara Usaha dan Takdir: Tafsir Tadabbur Surah Al-Baqarah Ayat 284–286
Tadabbur Surah Al-Baqarah ayat 284–286 mengajarkan harmoni antara usaha manusia dan takdir Allah. Keduanya bukan hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi. Kita berusaha karena diperintah, dan kita menerima hasil karena ridha kepada ketentuan-Nya.
Dalam perjalanan hidup, manusia selalu berada di antara dua hal: usaha (ikhtiar) dan takdir (ketentuan Allah). Banyak yang bertanya-tanya sejauh mana manusia berperan dalam menentukan nasibnya, dan sejauh mana semuanya telah ditetapkan oleh Allah SWT?
Jawabannya dapat kita renungkan melalui Surah Al-Baqarah ayat 284–286, ayat-ayat penutup dari surah terpanjang dalam Al-Qur’an, yang sarat dengan makna keimanan, tanggung jawab, dan ketundukan kepada kehendak Allah.
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu menampakkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu...” (QS. Al-Baqarah: 284)
Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah SWT termasuk diri kita, usaha kita, bahkan hasil dari usaha itu sendiri. Tidak ada satu pun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Artinya, takdir berada sepenuhnya dalam genggaman Allah, namun manusia tetap diberi kebebasan untuk berusaha dan memilih jalan hidupnya.
Allah tidak menzalimi hamba-Nya, justru memberikan ruang agar setiap orang dapat menunjukkan keikhlasan dalam beramal.
“Rasul telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman...” (QS. Al-Baqarah: 285)
Ayat ini menegaskan pentingnya iman sebagai pondasi dalam berusaha.
Rasulullah SAW dan para sahabat beriman penuh kepada wahyu Allah tanpa ragu, dan itu yang membuat usaha mereka diberkahi.
Dalam konteks kehidupan, ayat ini mengajarkan bahwa usaha yang tidak dilandasi iman hanya akan menjadi kerja duniawi semata. Namun, usaha yang berlandaskan iman dan tawakal akan bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...” (QS. Al-Baqarah: 286)
Inilah ayat penutup yang menenangkan hati setiap mukmin. Allah SWT mengetahui batas kemampuan setiap manusia. Kita diperintahkan untuk berusaha sebaik-baiknya, tetapi tidak dituntut untuk menentukan hasilnya. Karena hasil adalah urusan Allah, sedangkan usaha adalah bukti ketaatan dan keikhlasan.
Ayat ini juga mengajarkan doa yang luar biasa indah:
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah...”
Doa ini menunjukkan bahwa manusia lemah dan terbatas, sehingga kita selalu membutuhkan pertolongan Allah dalam setiap langkah hidup.
Dari tiga ayat ini, kita belajar bahwa:
-
Takdir bukan penghalang untuk berusaha. Kita tetap diperintahkan bekerja, berdoa, dan berjuang.
-
Usaha tidak menafikan takdir. Karena hasil akhir selalu berada di bawah kehendak Allah SWT.
-
Tawakal adalah puncak keimanan. Setelah berikhtiar sepenuh hati, kita serahkan segalanya kepada Allah dengan tenang.
Rasulullah SAW bersabda: “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian bertawakkallah.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa usaha dan tawakal harus berjalan seimbang tidak boleh pasrah tanpa tindakan, dan tidak boleh sombong dengan usaha sendiri.
Tadabbur Surah Al-Baqarah ayat 284–286 mengajarkan harmoni antara usaha manusia dan takdir Allah. Keduanya bukan hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi. Kita berusaha karena diperintah, dan kita menerima hasil karena ridha kepada ketentuan-Nya.






