Antrean Jalur Langit di Bantar Gebang
Sore menjelang Maghrib, tetesan gerimis dari atas langit seakan turut menyaksikan sederet anak-anak sedang antre di depan sebuah bangunan beratap seng, dengan dinding bercat putih hijau dan kanan kirinya di kelilingi gunungan sampah yang menumpuk.
Sore menjelang Maghrib, tetesan gerimis dari atas langit seakan turut menyaksikan sederet anak-anak sedang antre di depan sebuah bangunan beratap seng, dengan dinding bercat putih hijau dan kanan kirinya di kelilingi gunungan sampah yang menumpuk. Mereka ternyata sedang berbaris menunggu giliran untuk bisa melaksanakan sholat di Mushola Al-Makruf.
Pemandangan tersebut sudah jadi makanan sehari-hari warga di Lapak Pemulung Ciketing Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Terutama di waktu sholat Maghrib dan Isya. Mushola Al-Makruf baru saja berdiri sekitar tiga bulan lalu dengan ukuran 6x5 meter. Tempat wudu masih darurat, tiang tandon air belum tersedia dan sedikitnya daya tampung membuat masyarakat harus bergantian menunaikan sholat di mushola ini.
Mushola Al-Makruf masih belum bisa menampung 370 jiwa warga pemulung yang tinggal di bedeng-bedeng dengan jumlah anak-anak sekiar 60 orang yang mengaji setiap hari. "Saya sedih melihat anak-anak di sini tidak mempunyai tempat mengaji, dan tak ada tempat sholat bagi warga lapak di sini,” cerita Pak Tarmin sebagai Kepala Komunitas Pemulung senja itu. “Akhirnya saya meminjam dari Bank untuk mendirikan mushola ini,” tuturnya.
Sebelum Mushola Al-Makruf berdiri, aktivitas mengaji anak-anak berlangsung di ruang terbuka di depan rumah bedeng Pak Turmin yang sangat sempit, warga pun tidak pernah sholat berjamaah. Dengan adanya mushola ini, warga bukan hanya memiliki tempat ibadah dan ruang mengaji anak-anak, namun dapat digunakan sebagai balai musyawarah serta pengajian pekanan. Mushola ini jadi ruang serba guna bagi warga.
Meskipun begitu, sangat disayangkan tempat ini belum dapat menampung semua warga yang ingin sholat berjamaah. Tak terbayang saat Ramadan nanti, pastinya tak akan bisa menampung warga yang ingin melakukan sholat Tarawih dan ibadah lainnya secara bersama-sama.
Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan masjid di banyak wilayah khususnya perumahan elite yang mampu menampung semua warganya. Di sini warga harus melewati antrean jalur langit, beribadah secara bergantian. “Meski sempit, dan harus antre dulu, yang penting bisa dapet ridho dari Allah. Semoga ada tangan-tangan baik yang membantu,” harap Pak Tarmin.
Bersama Laznas PPPA Daarul Qur’an dukung program “Bebenah Surau Kampung Sambut Ramadan 1445 Hijriah” klik di sini untuk mendukung!