Salwa: Aku Bisa Banggakan Orang Tua dengan Menghafal Al-Qur’an

Salwa Nabila (13), seorang santri tunanetra yang mukim di Rumah Tahfizh Daarul Qur’an Ar Rafi, Tegal. Salwa, sapa orang-orang terdekatnya, ialah seorang santri yang telah menghafal Al-Qur’an sebanyak 15 juz.

Salwa: Aku Bisa Banggakan Orang Tua dengan Menghafal Al-Qur’an
Salwa: Aku Bisa Banggakan Orang Tua dengan Menghafal Al-Qur’an
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Salwa Nabila (13), seorang santri tunanetra yang mukim di Rumah Tahfizh Daarul Qur’an Ar Rafi, Tegal. Salwa, sapa orang-orang terdekatnya, ialah seorang santri yang telah menghafal Al-Qur’an sebanyak 15 juz.

Pada sore cerah pada Kamis (26/01) lalu, tim PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta yang bersinergi dengan Beramaljariah.org dan Evermos memberikan hadiah mukena untuk Salwa karena partisipasinya di Wisuda Akbar 10 Indonesia Menghafal Al-Qur’an di Brebes. 

Sore itu dipenuhi riuh santri di Rumah Tahfizh Daarul Qur’an Ar Rafi. Mereka sedang mengajar ngaji santri non mukim. Namun, tidak dengan Salwa. Ia duduk di sudut kamarnya dengan membawa speaker Al-Qur’an miliknya.

Santri asal Tegal ini tidak bisa mengaji seperti santri lain karena keterbatasannya. Tetapi semangat Salwa untuk menghafal tidak pernah patah. Sejak usia 8 tahun ia telah mulai menghafal dengan speaker Al-Qur’an.

“Dulu sempat mondok di Bojong, kurang lebih 4 tahun lalu memutuskan pindah disini yang lebih dekat dengan keluarga,” kata Salwa. 

Ketika ditanya mengenai cita-citanya, Salwa tak sanggup mengatakannya. “Pengen bisa banggain orang tua aja, kalau anak lain kan bisa banggain dari sekolah kalau aku kan nggak bisa sekolah. Di pesantren ini jadi cara saya buat banggain orang tua dengan jadi hafizh Qur’an,” tutur Salwa dengan nada sendu.

Sebagai seorang kakak, ia ingin menjadi contoh baik pula untuk kedua adiknya. Ayah Salwa berprofesi sebagai sopir dan ibunya menjadi asisten rumah tangga di desa seberang rumah Salwa. Rumah sederhana milik Salwa tidak hanya dihuni keluarga inti saja, simbah dan dua saudara ibu Salwa turut tinggal di sana. 

Salwa terus menjaga dan menambah hafalannya satu lembar setiap harinya. Kadang ia juga mendapati perkataan orang luar yang tidak enak tentangnya tetapi perasaan itu ia singkap dengan selalu mengingat Allah.

“Saya mikir juga, lha kok kenapa malu. Kan saya juga ciptaan Allah,” tuturnya.

Dalam kesehariannya menghafal Al-Qur’an, Salwa juga kadang merasa kalut karena tak kunjung bisa menghafal. “Pernah bingung banget pas di surat An-Nahl sama Yunus, kok nggak hafal-hafal gitu,” jelas Salwa dengan malu-malu.

Ketika dirinya sedang kalut, ia selalu ingat perjuangan orang tuanya yang bekerja keras. Salwa ingin mendengar haru bangga orang tuanya. “Kemarin mama nangis katanya pas lihat Salwa diwisuda. Terus mamanya bilang mau lihat kesenangan selanjutnya gitu,” tutur Salwa dengan senyumannya yang tersipu. Semoga Salwa bisa memakaikan mahkota untuk kedua orangtuanya kelak dengan penuh kebanggaan.