Tekad Kuat Hambali, Peserta Kader Tahfizh-2

Tekad Kuat Hambali, Peserta Kader Tahfizh-2
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

“Saya berharap, khususnya untuk diri saya dan teman-teman selalu dijaga keistiqomahannya oleh Allah, keistiqomahan menghafal dan menjaga hafalan, keistiqomahan dalam fastabiqul khoirot dan diberi kesiapan dalam segala hal ke depannya,” gumam Hambali.

Asrama ikhwan Kader Tahfizh PPPA Daarul Qur’an terlihat begitu hidup dengan beragam aktivitas santri yang sedang dikarantina. Selain, pohon-pohon hijau yang menjadi hiasan halaman depan dan belakang juga suara-suara gagah tilawah yang keluar dari lisan para santri. Suara lantang itu bersumber dari salah satu santri ikhwan bernama Muhammad Hambali, atau biasa disapa Hambali adalah santri yang berasal dari daerah Bandung. Dengan modal persiapan dan tekad yang bulat ia mampu menembus persaingan proses seleksi. Berkarakter supel dan mudah bergaul adalah ciri-ciri dari pria yang berpostur tubuh kurus ini.  

Bermula dari perbedaan pendapat orang tuanya yang menginginkan Hambali menunda untuk melanjutkan pendidikan dijenjang Sekolah Menengah Atas, menjadi pergulatan batin juga bagi santri yang pernah mengisi tilawatul qur’an di acara Kajian Bulanan Islam (KIBI) itu. Qadarullah, ia bisa melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah dengan izin ibunda dan sang ayah yang belum sepenuhnya menyetujui. Faktor ekonomi tentu menjadi salah satu pemicu terjadinya hal tersebut. Namun, dengan ikhtiar dan azzam yang bulat Hambali mampu membuktikan bahwa ia memang bisa dan layak menyelesaikan pendidikannya sambilan menjual keripik. Hingga, bisa mencapai puncak sarjana.

Selama menjalankan proses karantina banyak sekali godaan yang kadang mengajak ia berangan untuk pulang ke rumah. Bersua dengan ibunda, lalu berkeluh kesah dipangkuannya. Tapi, dengan prinsip yang selalu dijaga, agar mengembalikan segala sesuatu ke niat awal, bayang-bayang itu mampu ia perangi. Terlebih, kawanan santri lainnya yang saling menguatkan bagai satu kesatuan pohon yang subur. Saling mengisi, mengembangkan, menguatkan, dan mengikat. Saling memotivasi tidak hanya dalam kegelisahan, tetapi juga dalam aneka aktivitas. Ia sendiri termasuk yang senang memasak, hal itu ia buktikan dalam penyajian makanan yang nikmat ketika jadwal masak jatuh pada namanya. “Wah, masakan Hambali jangan ditanya. Enak itu..!” Ucap Ustadz Tio, Pengasuh sekaligus penanggung jawab Kader Tahfizh.

Selama di karantina, Hambali mengaku semakin ter-upgrade dirinya dalam kebaikan, semangat ibadah yaumiahnya semakin menyala, dari yang wajib sampai yang sunnah. Shalat 5 waktunya, Tahajudnya, dhuhanya, puasa sunnahnya, murojaahnya. Serta proses menghafalnya menjadi sengatan yang kuat setiap harinya. Bahkan, ia membandingkan semangat menghafalnya lebih ia dapatkan di karantina Kader Tahfizh daripada saat ia menjadi santri di pesantren, dahulu. “Kalau di pesantren dulu tidak ada saingan menghafal, kalau sekarang ada saingan yang hebat-hebat, jadi kita bersaing dalam kebaikan hehe,” katanya. Hambali juga menegaskan bahwa tidak ada kata terlambat dalam menghafal, karena ia selalu ingat kata salah satu gurunya bahwa menghafal itu tidak ada hentinya, sampai ajal menjemput. Menghafal itu nikmat, mengucapkannya selalu mendapat pahala kebaikan di setiap hurufnya.

Terkadang, ia sebagai pemuda tidak bisa memungkiri kalau keinginan untuk melakukan aktivitas seyogyanya anak muda saat ini lakukan. Seperti, berjalan-jalan, menonton film, dsb. Namun, nuraninya berteriak, lagi-lagi ia merasa beruntung Allah tempatkan di Kader Tahfizh ini. Ia merasa bahwa Allah masih menjaganya dari kesia-siaan. Sesekali ia juga rindu untuk Birrul Walidain, maka dari itu segala bentuk pekerjaan asrama karantina kader tahfizh ia lakoni sebagaimana ia melihat orang tuanya bekerja setiap harinya. Dalam sujudunya bait-bait do’a selalu ia curahkan bagi kedua orang tuanya. Agar minimal batin keduanya tenang dan selalu dalam keridhaan Allah SWT.

Siklus menyetor hafalan yang diterapakan di karantina, menjadi kebiasaan yang jika sehari tidak dilakukan serasa ada yang kurang. Awalnya berat dirasa, namun ia selalu termotivasi jika mengingat perjuangan yang selama ini ia tempuh hingga berada di bawah atap karantina Kader Tahfizh. Untuk menjaga kestabilan hafalan qur’annya Hambali berpatok pada Niat dan Mujahadah. Tidak hanya penguatan hafalan, tetapi ilmu-ilmu keagamaan lainnya menjadi asupan pada proses karantina. Ilmu fiqih, Sirah nabawiyah, bahasa arab, dan pelatihan jurnalistik dengan pengisi yang sudah mumpuni di bidangnya masing-masing. Pembelajaran itu juga sangat bermanfaat ia rasakan, mulai dari mengkaji fiqih awalan, hingga himbauan praktek menulis yang nantinya bisa diaplikasikan ketika sudah di tempatkan di Kampung Qur’an.