Al-Qur'an Membawa Faqih ke Korea

Al-Qur'an Membawa Faqih ke Korea
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Muhammad Khikman Faqih merupakan salah satu lulusan Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an Ketapang, Cipondoh, Tangerang yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat karena suara merdunya saat membaca Al-Qur’an. Tilawahnya pun sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. 

Mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua menyukai bacaan Al-Qur’annya. Tidak heran, di usianya yang masih remaja, Faqih sudah berkeliling Indonesia, bahkan mancanegara untuk menjadi imam dan menjadi narasumber di berbagai acara bertema Al-Qur’an.

Siapa sangka, santri asal Pemalang, Jawa Tengah itu merupakan orang yang sangat murah senyum dan memiliki cita-cita setinggi langit. Terbukti setelah kelulusannya dari Daarul Qur'an, saat ini dirinya tengah mempersiapkan diri untuk mendaftar di salah satu perguruan tinggi di Madinah. Ia berencana menggeluti jurusan tafsir di Fakultas Qur'an, Islamic University of Madinah (IUM) atau yang biasa disebut dengan al-Jami’ah al-Islamiyyah. Menurutnya, ia memilih jurusan tersebut karena satu jalur dengan pendidikan yang selama ini ditempuhnya.

Meski memiliki prestasi yang gemilang, Faqih merupakan santri sebagaimana teman-temannya. Ia pun pernah merasakan manis getirnya kehidupan di pondok pesantren. 

"Pertama kali masuk pesantren, dukanya karena jauh dari orang tua, belum kenal siapa-siapa. Mau tanya ini, tanya itu malu. Terus adaptasi juga agak susah. Apalagi saya orang Jawa, teman-teman pada ngomong bahasa Indonesianya sudah lancar tapi saya belum, malah medhok. Jadi mau ngomong itu malu," tuturnya.

Akan tetapi, kesempatan yang tidak diduga-duga muncul. Faqih yang baru beberapa bulan di pesantren dan bekal hafalan empat juz, ditawari oleh gurunya untuk mengikuti Musabaqah Hifdzil Qur'an (MHQ) lima juz. Meski awalnya ragu, akhirnya ia mau mengikuti lomba dan meraih juara.

Faqih mengungkapkan, ia termotivasi untuk menghafal Al-Qur’an dari sosok ibunya yang juga merupakan seorang hafizhah. "Alhamdulillah, ibu saya seorang hafizhah juga. Terus saya dari kecil sering lihat ibu saya setiap seminggu sekali habis magrib tasmi’ Qur'an. Saudara atau tetangga diundang, dan ibu saya baca, disimak oleh orang-orang. Saya melihat itu kayak senang, kok bisa sih hafal Qur'an?" ungkap Faqih.

Sejak saat itu, Faqih pun memutuskan ingin menghafal Al-Qur’an. Setelah masuk di Daarul Qur'an, ia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan hafalannya. Berbagai pengalaman saat menghafal pun tidak dapat ia lupakan begitu saja. Misalnya, saat Faqih sampai di pertengahan hafalannya, ia menemukan surat yang cukup sulit. Sehingga ia tidak bisa menuntaskan hafalan satu lembar pun. Atau kadang, ada masa ketika ia sedang mendapatkan kemudahan sehingga bisa mencapai target hafalannya dalam sehari.

Namun, Faqih yakin bahwa Allah telah berjanji memberikan kemudahan di dalam Al-Qur’an untuk dipelajari dan dihafalkan. Berkat Al-Qur’an yang terus dihafalnya, Faqih pun merasa terus diberikan kemudahan dan keajaiban oleh Allah dalam hidupnya. Salah satu yang tidak pernah ia lupakan adalah tatkala ia ditunjuk menjadi salah satu santri yang berangkat ke Korea untuk bertugas menjadi imam muda Ramadan.

"Waktu kelas 11, mau naik kelas 12, ada pengalaman yang benar-benar belum pernah saya cita-citakan sebelumnya. Jadi waktu itu ada permintaan imam muda Ramadan, Daarul Qur'an mengirim tiga santri. Ada salah satu ustadz bilang, Faqih siap-siap ya, nanti Ramadan dikirim ke Korea. Nah saya kaget kan. Saya tanya, untuk apa ustadz? Ustadz itu menjawab, untuk jadi imam Ramadan. Saya hampir tidak percaya, dan akhirnya berangkat ke Korea," jelasnya.

Senang, terharu, dan kaget; bercampur menjadi satu di dalam diri Faqih. Ia tidak pernah membayangkan dapat pergi ke Korea dan menjadi imam di sana. Perasaan sedih pun tidak dapat ditepisnya, mengingat ia harus rela jauh dari ibu dan ayahnya, serta melaksanakan Idul Fitri di negeri orang.

Namun demikian, dukungan dari orang tua selalu menyertai dalam segala aktivitasnya dengan Al-Qur’an. Hal itu pula yang menjadi cita-cita kedua orang tuanya, agar tidak hanya sekedar hafal Al-Qur’an, akan tetapi dapat pula berdakwah di manapun ia berada.

"Harapan paling besar orang tua adalah agar saya bisa memakaikan mahkota dan juga kehormatan ketika di surga nanti, karena Qur'an itu suatu anugerah dan mukjizat. Yang mana kalau orang di dalam dirinya ada Al-Qur’an maka Allah akan angkat derajatnya dengan kemuliaan, begitu pula orang yang tidak ada Qur'an, pasti Allah akan jauhkan dia," tukasnya.

Faqih ingin terus berdakwah dengan sahabatnya, yaitu Al-Qur’an, keliling dunia dan mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk belajar Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an itu mulia, indah, maka siapapun yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, maka akan Allah muliakan di dunia maupun di akhirat.

"Dalam surat Fathir ayat 32, Allah memberikan sebuah kitab kepada hamba-hambaNya yang terpilih, kalau ingin jadi orang yang dekat dan terpilih, maka kita dekatilah Al-Qur’an itu," imbuhnya.(dio/ara/mnx)