Grha Tahfizh Masuk Sekolah: Ikhtiar Mengurangi Buta Huruf Al-Quran di Yogyakarta
Grha Tahfizh Masuk Sekolah: Ikhtiar Mengurangi Buta Huruf Al-Quran di Yogyakarta
Rendahnya Indeks literasi Al-Quran kini menjadi fokus Kementerian Agama karena isu ini menunjukkan bahwa angka buta aksara Al-Quran di Indonesia yang masih tinggi. Berdasarkan hasil riset tim Tim Institut Ilmu Al-Quran Jakarta (IIQ) pada tahun 2023 menyatakan bahwa persentase buta aksara Al-Qur’an ada di angka 58,57% sampai dengan 65%. Selanjutnya, dilansir dari antaranews.com, indeks literasi Al-Quran Indonesia pada tahun 2023 berada di angka 66,038% dengan perincian sebesar 61,51% mampu mengenali huruf dan harakat Al-Quran, 59,92% mampu membaca susunan huruf menjadi kata, 48,96 persen mampu membaca ayat dengan lancar dan 44,57% mampu membaca Al-Quran dengan lancar sesuai dengan kaidah dasar tajwid dan tanpa kesalahan. Berdasarkan survey tersebut juga dapat diketahui bahwa ada sebanyak 38,49 persen masyarakat muslim Indonesia yang belum memiliki literasi Al-Quran dengan baik pada kompetensi baca.
Data ini menunjukkan bahwa umat muslim Indonesia sedang dihadapkan pada permasalahan yang serius mengingat Indonesia sebagai salah satu negara mayoritas muslim terbesar di dunia, sedangkan Al-Quran merupakan kitab suci yang menjadi pedoman hidup umat islam. Jika di analisis, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya literasi Al-Quran umat muslim di Indonesia. Pertama, keterbatasan atau tidak adanya akses terhadap pendidikan Al-Quran. Hal ini tidak hanya karena ketiadaan atau keberadaan lembaga pendidikan Al-Quran yang sulit dijangkau. Terlebih di era digitalisasi, kemudahan akses pembelajaran Al-Quran sangat didukung tanpa terbatas ruang dan waktu. Melainkan karena minimnya atau tidak adanya dorongan dari lingkungan yang dapat menumbuhkan semangat dan motivasi untuk mengakses pendidikan Al-Quran. Kedua, rendahnya angka literasi Al-Quran ini juga dapat disebabkan karena menurunnya kompetensi baca Al-Quran. Terputusnya waktu belajar Al-Quran dalam waktu lama dapat berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan seseorang dalam membaca Al-Quran. Dimana hal inilah yang seharusnya menjadi pekerjaan rumah seluruh pihak terkait agar bagaimana pembelajaran dan kemauan seseorang untuk membaca Al-Quran dapat berkelanjutan dan tidak berhenti pasca berhasil menyelesaikan pendidikan di suatu lembaga pendidikan Al-Quran. Ketiga, kompetensi guru Al-Quran yang belum mumpuni. Tingkat kompetensi guru juga dapat mempengaruhi kualitas dari kemampuan membaca Al-Quran peserta didik yang diajar. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang otoritas memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa umat muslim Indonesia memperoleh pengajaran dari seorang guru Al-Quran yang berkompeten.
Dari berbagai faktor tersebut, yang perlu menjadi perhatian khusus terdapat pada poin bagaimana agar pembelajaran Al-Quran berkelanjutan yang diiringi dengan peningkatan kompetensi Al-Quran peserta didik. Tentu dalam hal ini juga diimbangi dengan kualitas guru yang kompeten. Untuk mewujudkan konsep berkelanjutan tersebut, diperlukan perluasan implementasi pembelajaran Al-Quran melalui integrasi dalam kurikulum berbagai jenjang pendidikan formal maupun informal, baik intra maupun ekstrakurikuler. Tentu tidak pula terbatas pada institusi yang disahkan sebagai lembaga pendidikan, melainkan juga dapat diterapkan oleh institusi lain yang memiliki kompetensi dalam mengembangkan pembelajaran Al-Quran. Sebagai bagian dari pendidikan agama islam, pembelajaran Al-Quran dapat dikembangkan sebagai bentuk eksplorasi dan pengenalan lebih jauh terhadap kitab suci agama islam. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya meningkatkan pemahaman dan penghayatan umat islam terhadap agamanya, sehingga menjadi sebuah spiritualitas dan religiusitas dalam diri seseorang.
PPPA Daarul Quran Yogyakarta melalui program Grha Tahfizh, pendidikan Al-Quran dikembangkan untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga lansia. Penjaminan mutu dan peningkatan kompetensi pengajar juga menjadi perhatian khusus yang selalu diprioritaskan. Kualitas menjadi output utama yang ditargetkan pada setiap pembelajaran. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak hanya sekedar bisa membaca Al-Quran secara lancar, melainkan juga tepat sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan. Pengembangan jaringan kemitraan juga terbuka tidak hanya untuk Rumah Tahfizh atau Lembaga Pendidikan Al-Quran (TPA), melainkan juga memfasilitasi pada Lembaga Pendidikan Formal yang ingin mengintegrasikan pendidikan Al-Quran dalam kurikulum, baik melalui intra atau ekstrakulikuler. Hal ini merupakan wujud ikhtiar Grha Tahfizh PPPA Daarul Quran Yogyakarta dalam mengentas permasalahan buta aksara Al-Quran dan meningkatkan literasi Al-Quran untuk semua kalangan.
SMA Negeri 5 Yogyakarta adalah salah satu lembaga pendidikan yang telah bermitra dengan PPPA Daarul Quran Yogyakarta dalam penyelenggaraan pendidikan Al-Quran baik secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Integrasi dalam intrakurikuler diimplementasikan pada kelas X sejak tahun ajaran baru pada pertengahan 2023 ini. Kelas Al-Quran ini menjadi mata pelajaran wajib yang harus ditempuh oleh siswa kelas X selama 3 hari dari hari senin hingga rabu. Peserta didik mulai belajar menghafal Al-Quran dan memperbaiki bacaannya bersama para pengajar Daarul Quran yang telah terseleksi. Hal ini dilakukan sebagai upaya habituasi atau pembiasaan siswa untuk meningkatkan intensitas peserta didik dalam berinteraksi dengan Al-Quran. Sebagaimana intrakulikuler, ekstrakulikuler tahfizh juga diselenggarakan selama 3 hari pasca jam pelajaran akhir usai dan diperuntukkan bagi kelas XI dan XII. Bahkan, ekstrakurikuler tahfizh ini telah diselenggarakan lebih awal sebelum diadakannya ekstrakurikuler. Adanya ekstrakurikuler tahfizh ini, diharapkan dapat menjadi wadah pengembangan bagi peserta didik yang telah memiliki hafalan Al-Quran atau tertarik untuk menghafal Al-Quran. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian yang tinggi sekaligus upaya kontribusi terhadap isu pengentasan buta huruf dan peningkatan literasi Al-Quran generasi muda saat ini.
Al-Quran adalah benteng sekaligus pedoman hidup yang sesungguhnya, dimana hal inilah yang belum dipahami oleh sebagian besar umat muslim. Terutama para generasi muda. Kesadaran akan urgensi pengentasan buta aksara Al-Quran sangat penting untuk ditumbuhkan di berbagai kalangan. Dalam hal ini, tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan islam, melainkan juga lembaga pendidikan secara umum agar turut serta berperan aktif dalam menangani isu ini.