Melampaui Gang Sempit Kali Code Yogyakarta

Langit cukup terang pada Rabu (15/2) lalu di Kota Yogyakarta. Dua orang pemuda menanti cemas di tepi jalan raya di bawah sebuah gapura kecil. 30 menit menanti, senyum melebar saat Mobile Qur’an (MOQU) berbentuk motor terilhat dari kejauhan.

Melampaui Gang Sempit Kali Code Yogyakarta
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Langit cukup terang pada Rabu (15/2) lalu di Kota Yogyakarta. Dua orang pemuda menanti cemas di tepi jalan raya di bawah sebuah gapura kecil. 30 menit menanti, senyum melebar saat Mobile Qur’an (MOQU) berbentuk motor terilhat dari kejauhan.

Di belakang gapura tampak banyak rumah bertumpuk dengan jalanan anak-anak tangga yang berkelok. Mustahil motor bisa melewati jalanan berundak selebar tak sampai semeter itu. Segera, dua pemuda menggiring motor itu melalui jalanan lain. Seorang lain mengemudi MOQU menuruni jalanan curam melewati lorong sempit. Kanan-kirinya jalan masuk dipenuhi tembok-tembok bangunan tinggi dan mewah. Ini persis seperti labirin yang terbagi oleh rumah dengan jalanan berkelok nan sempit. Sedikit saja tak fokus mengemudi, motor sudah pasti akan oleng.

Di sepanjang gang sempit ada rumah-rumah kecil nan kumuh. Gang sempit ini banyak berkisah setiap harinya. Kisah tentang anak-anak awam cita-cita, sekolah tak menjadi prioritas, tunggakan beberapa bulan SPP anak, atau tentang makanan yang habis dan tiada uang untuk sekadar membeli beras.

Setelah jalanan sempit dan lorong-lorong yang menyaksikan berbagai kehidupan di sana, dzikir-dzikir lirih itu mengantar Mobile Qur'an pada sebuah tempat yang lapang di tengah semak belukar. Konon, tanah itu telah dipesan untuk dibangun sebuah hotel.

Masih pukul 16.14 WIB. Anak-anak asyik bermain layang-layang di tempat lapang itu. Satu anak menunggu layang-layang putus yang jatuh dari langit. Wajahnya terus mendongak sambil kakinya berlari tanpa melihat jalan. Ia berharap dan mengejar “berkah dari langit”. Beberapa anak perempuan tak mau kalah. Mereka bercengkerama di tepian jalanan kampung dengan aroma asam keringat dan matahari, tanda belum mandi.

Mobile Qur'an berbentuk motor dengan seperangkat lengkap alat-alatnya membuat anak-anak untuk mandi lebih awal. Anak-anak berlari pulang ke rumah masing-masing. Mereka keluar dengan handuk dan gayung berisi alat mandi ditenteng dengan gontai menuju kamar mandi umum. Sekejap, entah dengan sabun atau tidak, anak-anak keluar dengan rambut basah dan segera kembali ke tanah lapang di tengah semak belukar. Kali ini sudah lengkap dengan sarung dan baju koko, juga setelan rok dan jilbab.

Motor Qur’an segera disiapkan. Belasan anak tetiba berebut mengambil mikrofon. Mengetes suara mereka satu per satu, penasaran ingin mencoba hal baru. Belasan lainnya pun berebut buku cerita, saling berlari, berteriak, berebut perhatian.

Sore itu, di pinggir Kali Code, Mobile Qur'an hadir dalam sebuah kisah tentang anak-anak yang mengaji dalam keterbatasan mengaji Al-Qur’an tanpa adanya guru. Sampai tibalah para peserta Beasiswa Tahfidz Qur’an (BTQ) for Leaders PPPA Daarul Qur’an dan kawan-kawan UGM beberapa waktu lalu. Mereka, beberapa tahun lalu yang tak mengerti baca tulis huruf hijaiyah, kini beberapa sudah mengaji Al-Qur’an.

Daffa, seorang bocah Kali Code, kelas 5 SD, kini ia sudah mengaji Juz 3. Sebuah optimisme akan masa depan Code yang gemilang. Stigma negatif tentang tempat ini harusnya bisa segera dihilangkan. Mobile Qur'an hanyalah salah satu ikhtiar untuk memotivasi anak-anak untuk dekat pada Al-Qur’an. Termasuk memotivasi anak-anak gang sempit Kali Code agar tak terjerumus pada pergaulan era digital yang semakin edan.

Di balik sepanjang deretan toko dan gedung mewah Kota Yogyakarta, ada kampung di tepian Kali Code berentet, bersusun-susun. Di sana, ada satu generasi yang  membutuhkan uluran tangan kita untuk menyampaikan Al-Qur’an, bagaimanapun ikhtiarnya. Bukan karena menyerah, namun karena latar belakang, orangtua, juga kondisi lingkungan yang tak selalu bersahabat. Karena mengaji tak melulu tentang masjid dan pesantren, ada sebagian umat tak punya akses menuju kesana.

Mobile Qur'an, sore itu mengawali sejarah baru. Menelusuri lorong-lorong gang sempit, bertemu anak-anak kumal beraroma asam keringat dan matahari, duduk bersama tanpa alas di tengah rimbun belukar. Kami bercengkerama, merajut asa untuk menghafal Al-Qur’an.

Suasana menjadi haru saat salah seorangnya ternyata telah menghafal beberapa ayat Surah Ar-Rahman. Masyaallah. Semoga Allah senantiasa hadirkan kesehatan kepada kita untuk terus mendawamkan Al-Qur’an di setiap tempat. Tak hanya pelosok desa namun juga lorong sempit pemukiman kota. Sore itu ditutup doa untuk semua pendakwah Al-Qur’an untuk bersama-sama mewujudkan sebuah impian membangun Indonesia dengan Al-Qur’an adalah satu keniscayaan. InsyaAllah.[]