Menyuarakan Kata Paling Sunyi Muslim Tuli

Siang menjelang Ashar, Muslim Tuli baru belajar bahwa setiap peristiwa layak untuk di-i’tibari dan diingat dengan catatan.

Menyuarakan Kata Paling Sunyi Muslim Tuli
Menyuarakan Kata Paling Sunyi Muslim Tuli
Menyuarakan Kata Paling Sunyi Muslim Tuli
Menyuarakan Kata Paling Sunyi Muslim Tuli
Menyuarakan Kata Paling Sunyi Muslim Tuli
pppa-daarul-quran-gersena
pppa-daarul-quran-gersena
pppa-daarul-quran-gersena

Di selembar kertas putih, tujuh belas Muslim Tuli khusyuk menulis ingatan dan nostalgianya tentang piring. Piring dipilih menjadi muqaddimah Kelas Menulis Muslim Tuli Yogyakarta dan Magelang karena hal yang paling diakrabi sehari-hari. Lima belas menit menulis-mengingat peristiwa bertaut dengan piring, Muslim Tuli meringkas pelbagai peristiwa: piring dari gaji pertama ayah, piring dan jualan arang, piring dan kasih sayang ibu, dan ingatan lainnya.

Bandung Mawardi membawakan materi dasar yang menggugah semangat dan mengoyak kreativitas dalam menyampaikan isi pikiran dengan menulis. Materi dasar tentang piring menautkan ingatan dengan pelbagai peristiwa, yang pada akhirnya menciptakan relasi peristiwa yang seringkali terlewatkan oleh banyak orang.

Penyampaian materi komplit secara teoritis dan praktis selama kurang lebih dua jam tanpa jeda itu jadi rangkaian pembahasan berkesinambungan yang ditransliterasi oleh Juru Bahasa Isyarat. Fokus penuh para Muslim Tuli benar-benar membuahkan hasil. Muslim Tuli berhasil menuliskan kisah dari sebuah obyek yang tak dibatasi. Dari lima kalimat yang diminta, merambah menjadi tiga hingga lima paragraf kisah yang berhasil dituliskan. Ternyata, Muslim Tuli dapat dinilai cukup terampil dalam menyusun sebuah kisah.

Bandung Mawardi, seorang esais dan mentor Kelas Menulis ini memberikan nasihat, “niatkan menulis dengan sederhana yakni untuk mensyukuri apa yang Tuhan berikan.” Dua jam kelas menulis dan diskusi ini digelar, tujuh belas hadirin pun merasakan semangat menuliskan peristiwa, ingatan, dan gagasan yang selama ini hanya diisyaratkan.

Sebagaimana misi awal Tuli Mengaji Indonesia yang digagas PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta, program ini tidak hanya berfokus pada inklusivitas dalam pendidikan Al-Qur’an, melainkan juga pada hak untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi sebagai bentuk aktualisasi diri Muslim Tuli. Salah satu kompetensi yang sangat penting dan potensial untuk membantu mereka mengaktualisasikan diri di depan publik adalah dengan menulis.

Menulis menjadi strategi sekaligus sarana berkomunikasi utama ketika berinteraksi di tengah publik yang lebih luas. Mengingat penggunaan isyarat sangat terbatas pada komunikasi langsung dan insidental. Kelas Menulis Opini ini digagas sebagai variasi program baru dari turunan Tuli Mengaji Indonesia. Pembukaan kelas digelar pada Jumat, 18 April 2025 lalu di PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta.

“Saya sangat senang mengikuti kelas menulis hari ini. Saya sangat mengapresiasi Daarul Qur’an Yogyakarta yang menginisiasi program yang luar biasa ini bagi teman tuli. Saya tidak sabar menunggu kelas di periode berikutnya,” testimoni seorang perempuan muda asli Magelang yang mendampingi teman tuli..

Kelas menulis opini ini harapannya menjadi cikal bakal terciptanya karya-karya inspiratif dari para Muslim Tuli. Mereka jadi memiliki ruang publik yang akan difasilitasi oleh PPPA Daarul Qur’an untuk menyampaikan aspirasi dan pemikiran-pemikiran yang selama ini riuh bergerak dalam ruang sunyi dan berjarak dengan publik. Secara implisit, kelas menulis ini sejatinya juga melatih mereka dalam berbahasa dan berkomunikasi dengan lebih baik. Lebih jauh lagi, program ini juga menjadi strategi meningkatkan literasi para Muslim Tuli, di samping literasi Al-Qur’an yang sudah tiga tahun terakhir dijejaki.