Miftah, Meninggikan Kalimat Allah dari Laut Jailolo
Langkah gontai Miftah, Da’i Muda Kampung Qur'an Bobanehena, Jailolo usai melaut bersama nelayan. Seikat ikan kakap besar ia tenteng disertai senyum sumringah. Melaut adalah salah satu cara Miftah berdakwah dengan bertukar pikiran bersama nelayan, para warga Jailolo yang haus belajar Islam.
Setahun sudah Miftah mengabdi di Kampung Quran Bobanehena, Jailolo, Halmahera Barat. Pemuda asal Purwodadi ini mendidik tak kurang dari 150 anak, 50 orang ibu-ibu pengajian di beberapa kampung sekitar Bobanehena.
Bahkan, karena keterbatasan ruang Rumah Tahfidz memaksa Miftah membuat 'santri waiting list'. Animo masyarakat belajar Al Qur’an seperti mentari bersinar terang. Gegap gempita menyambut hadir program Kampung Qur’an.
Miftah memulai aktivitas Rumah Tahfidz dengan gerakan subuh. Semua santri wajib hadir sebelum adzan berkumandang. Cara ini 'memaksa' sebagian orang tua mengantar dan ikut shalat subuh berjamaah. Gerakan subuh ini, "menghidupkan" kembali Bobanehena.
Aktivitas Rumah Tahfidz seakan tak pernah sepi, sejak subuh buta, siang paska sekolah, sore hingga menutup malam. Sebagian santri putra memilih bermalam di rumah tahfidz agar tak ketinggalan subuh berjamaah.
Saat ujian hafalan yang ditunggu, santri diuji di depan kedua orang tua di rumah mereka. Biasanya, tangis haru pun pecah. Orang tua santri tak mengira punya anak sehebat itu. Dakwah dengan cara ini, amat efektif bagi Miftah. Sekali mendayung, 3 pulau terlampaui.
Menurut Miftah, tiap anak didik memiliki tanggung jawab dan hak atas daerahnya. Mulai dari lingkungan daerah minoritas, minuman keras, homoseksual, mistik simpang dan hisap narkoba. Maka, pemahaman akhlak, tanggung jawab, kemandirian dan rasa optimis disemai bersama perbaikan bacaan dan peningkatan kualitas daya "memorizing".