Al-Mahmudiyah dan Santrinya yang Tulus
Menjelang sore, perjalanan PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta berhenti di depan Rumah Tahfizh Al-Mahmudiyah. Rumah Tahfizh Al-Mahmudiyah terletak di Tembok Kidul, Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Rumah tahfizh yang telah didirikan sejak tahun 2012 lalu kini menjadi megah.
Menjelang sore, perjalanan PPPA Daarul Qur’an Yogyakarta berhenti di depan Rumah Tahfizh Al-Mahmudiyah. Rumah Tahfizh Al-Mahmudiyah terletak di Tembok Kidul, Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Rumah tahfizh yang telah didirikan sejak tahun 2012 lalu kini menjadi megah.
Pada tahun 2019 silam RT Al-Mahmudiyah telah melakukan renovasi dan pembangunan gedung yang kini menjadi tiga lembaga meliputi PAUD Qur’an (PAUDQu), Rumah Tahfizh Qur’an (RTQ), dan pondok pesantren. Dalam peresmiannya juga dihadiri oleh Bupati Tegal, Dra. Hj. Umi Azizah dan diresmikan pula oleh Dewan Syariah Pusat PPPA Daarul Qur’an, KH.Ahmad Kosasih, Lc., MA. yang dilaksanakan pada 2020 silam.
Santri PAUDQu berjumlah 70 orang dari rentang usia 2,5 hingga 7 tahun. Pembelajaran santri PAUDQu dimulai dari pukul 08.00-11.00 bagi santri reguler dan 08.00-13.00 bagi santri full day.
Sebanyak 11 asaatidz mengampu PAUDQu dengan berbagai pembelajaran setiap harinya. Mulai dari hafalan surah, hafalan doa sehari-hari hingga praktik sholat. Mayoritas santri PAUDQu justru bukan dari warga sekitar, banyak orang tua yang rumahnya jauh tetap mempercayakan anaknya untuk menjadi santri di PAUDQu Al-Mahmudiyah.
Rumah Tahfizh Al-Mahmudiyah kini telah berkembang. Sebanyak 300 santri telah menghafal Al-Qur’an di Rumah Tahfizh Al-Mahmudiyah. Santri Rumah Tahfizh Al-Mahmudiyah terbagi menjadi santri mukim dan non mukim. Santri non mukim melaksanakan pembelajaran setiap sore hingga malam yang dibagi menjadi 10 kelompok.
Setiap kelompok dipandu oleh satu asaatidz. Sedang santri mukim telah tergabung di pondok pesantren Al-Mahmudiyah, dimana telah dirintis sejak satu tahun lalu. Santri mukim tidak hanya menghafal Al-Qur’an saja tetapi juga mengenyam pendidikan formal melalui kejar paket. Santri mukim didominasi usia madrasah tsanawiyah hingga madrasah ‘aliyah.
“Assalamu’alaikum, permisi. Monggo tehnya ustadz ustadzah,” sapa Syifa dengan menyodorkan secangkir teh.
Syifa ialah salah satu santri mukim di pondok pesantren Al-Mahmudiyah. Hirmi Ayumi Syifa (21) yang kerap disapa Syifa ini adalah santri asli Tegal. Rumahnya tak jauh dari pondok yakni di Ujungrusi, Adiwerna, Kabupaten Tegal. Syifa sempat putus sekolah dan memutuskan untuk menghafal Al-Qur’an. Sejak lulus dari sekolah tsanawiyah ia memulai hidup di pondok.
Kini ia mengambil kejar paket sembari ia terus menghafal Al-Qur’an. Syifa anak pertama dari dua bersaudara, adiknya juga nyantri di Pekalongan. Kini di rumah hanya ada Ayah, Ibu dan simbahnya.
Ayahnya seorang buruh dan ibunya menjaga warung sembari merawat simbah yang sudah menua. Ketika ditanya mengenai cita-citanya, Syifa hanya terdiam dan tak lama air matanya menetes. Syifa tak mampu menyebutkan cita-citanya. Bahkan menggambarkan cita-citanya kelak pun dia tak mampu.
“Pengen bisa bantu dan membanggakan orangtua,” tutur Syifa dengan nafas sesak bekas tangisnya.
Di usianya yang sudah dewasa, Syifa hanya ingin membantu dan membanggakan orangtuanya. Kini ia telah menghafal 16 juz Al-Qur’an. Syifa berharap bisa mengkhatamkan 30 juz Al-Qur’an. Sesak tangis Syifa melukiskan betapa tulus ia ingin membuat bangga orangtuanya. Semoga Syifa bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dengan dengan segera.