Hati-Hati dengan Popularitas Diri

Seorang hamba yang terjebak dalam riya’ (pamer) dan ujub (rasa bangga diri) akan lebih sibuk mengejar pujian dan penghargaan manusia daripada mencari keridhaan Allah SWT. Padahal, amal perbuatan yang tidak dilandasi keikhlasan hanya akan berakhir sia-sia di sisi Allah.

Hati-Hati dengan Popularitas Diri
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Dalam Hikmah ke-11 Kitab Al-Hikam karya Ibnu Atha'illah As-Sakandari, terdapat pesan mendalam tentang bahaya popularitas dan ketenaran bagi jiwa seorang hamba.

Ibnu Atha'illah mengingatkan agar seseorang selalu berhati-hati dengan kecenderungan untuk mencari perhatian dan pengakuan dari manusia, karena hal tersebut dapat mengotori niat ibadah dan menjauhkan diri dari keikhlasan.

Popularitas, pada dasarnya, adalah ujian. Meskipun terlihat sebagai keberuntungan atau anugerah, dalam pandangan tasawuf, ketenaran sering kali berpotensi melahirkan riya’ (pamer) dan ujub (rasa bangga diri).

Seorang hamba yang terjebak dalam jebakan ini akan lebih sibuk mengejar pujian dan penghargaan manusia daripada mencari keridhaan Allah SWT. Padahal, amal perbuatan yang tidak dilandasi keikhlasan hanya akan berakhir sia-sia di sisi Allah.

Ibnu Atha'illah melalui hikmah ini menekankan pentingnya menjaga hati agar tetap bersih dan ikhlas. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali manusia merasa lebih puas ketika amal baiknya diketahui orang lain. Namun, justru di saat seperti itu, nafsu mulai merusak niat.

Oleh karena itu, para ulama tasawuf menganjurkan untuk memperbanyak amal dalam kesunyian dan menghindari ketenaran, agar hati tetap terjaga dan fokus pada Allah semata.

Popularitas juga dapat menimbulkan beban yang berat. Ketika seseorang dikenal luas, ada ekspektasi tinggi dari orang-orang di sekitarnya. Hal ini bisa memicu stres dan membuat seseorang kehilangan ketenangan batin. Maka, dalam hikmah ini, Ibnu Atha'illah mengajak kita untuk selalu bersyukur ketika tidak dikenal dan hidup dalam ketenangan tanpa sorotan publik.

Seorang mukmin sejati seharusnya meneladani Nabi Muhammad SAW yang meskipun sangat terkenal, tetap rendah hati dan tidak pernah mencari popularitas.

Beliau selalu memprioritaskan keridhaan Allah di atas segalanya. Hikmah dari Kitab Al-Hikam ini mengajarkan bahwa tujuan utama seorang hamba adalah mencapai ketenangan dan keberkahan hidup dengan terus beribadah kepada Allah secara ikhlas, jauh dari motivasi untuk populer atau dipuji manusia.

Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari hikmah ini dan senantiasa menjaga hati agar tetap bersih dalam beramal, hanya mengharapkan ridha Allah SWT, bukan sanjungan dari manusia.