Hukum Sikat Gigi saat Puasa

Bagaimana hukum sikat gigi saat puasa? Apakah hukum sikat gigi saat puasa sama dengan hukum sikat gigi saat tidak puasa? Sebelum menjawab pertanyaan ini, mesti diketahui terlebih dahulu dalil yang menganjurkan pengerjaannya dalam Islam.

Hukum Sikat Gigi saat Puasa
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Bagaimana hukum sikat gigi saat puasa? Apakah hukum sikat gigi saat puasa sama dengan hukum sikat gigi saat tidak puasa? Sebelum menjawab pertanyaan ini, mesti diketahui terlebih dahulu dalil yang menganjurkan pengerjaannya dalam Islam.

Nabi Muhammad saw. menganjurkan para sahabat dan umatnya untuk melakukan sikat gigi secara konsisten. Dalam kitab Shahih Bukhari, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ 

Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Seandainya tidak memberatkan umatku atau manusia, sungguh aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari)

Pada dasarnya, Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan sikat gigi sebagai bentuk menjaga kebersihan jasmaninya, terutama di waktu-waktu sebelum melaksanakan ibadah. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai sikat gigi saat puasa. Setidaknya terdapat dua golongan ulama dalam hal ini.

1. Memperbolehkan

Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum sikat gigi saat puasa adalah sunah. Para ulama yang memperbolehkan sikat gigi saat puasa berlandaskan pada beberapa dalil. Pertama, mereka mendasarkan pada hadis Abu Hurairah di atas atas. Mereka berpendapat bahwa lafaz hadis itu bersifat umum, maka pengamalannya pun tidak dibatas oleh waktu dan tempat. Dengan begitu, baik dalam keadaan puasa maupun tidak, sikat gigi tetap menjadi anjuran Nabi Muhammad saw.

Selain itu, ada juga dalil yang biasa dijadikan landasan mengenai bolehnya sikat gigi saat puasa. ‘Amir bin Rabi’ah berkata bahwa ia melihat Nabi Muhammad saw. sikat gigi padahal Nabi saw. ketika itu sedang berpuasa. Adapun hadis yang terdapat di dalam kitab Shahih Bukhari dan Fathul Bari ini sebagai berikut:

وَيُذْكَرُ عَنْ عَامِر بْن رَبِيعَةَ قَالَ : رَأَيْت النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ مَا لَا أُحْصِي أَوْ أَعُدُّ

Artinya: “Disebutkan dari Amir bin Rabi’ah, dia berkata: "Aku melihat Nabi SAW bersiwak, dan beliau sedang puasa, dan tidak terhitung jumlahnya." (HR. Bukhari)

2. Melarang

Ada juga ulama yang memakruhkan sikat gigi saat puasa. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis yang juga termaktub di dalam kitab Shahih Bukhari. Adapaun redaksi hadis tersebut sebagai berikut:

الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Artinya: “puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan langsung mengganjarnya. Seseorang mengabaikan syahwat, keinginannya untuk makan dan minum hanya karena Aku. Puasa merupakan tameng. Ada dua kebahagiaan orang yang berpuasa: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya. Aroma mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan wangi minyak Misik.” (HR. Al-Bukhari)

Menurut ulama yang memakruhkan sikat gigi saat puasa, hadis ini memuji bau mulut orang yang sedang berpuasa. Bahkan Allah memuji orang berpuasa bahwa bau mulut mereka lebih harum dibanding minya Misik. Menurut ulama ini, bau mulut ketika berpuasa lebih utama (afdhal) dari pada sikat gigi yang menghilangkan bau mulut.

Demikian dua pendapat ulama mengenai hukum sikat gigi saat puasa. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan dalil dan perbedaan penafsiran atas dalil tersebut. Perbedaan pendapat dalam Islam adalah suatu hal yang sangat lumrah.

Dukung dakwah tahfizhul Qur'an bersama Laznas PPPA Daarul Qur'an. Klik di sini untuk donasi!

Narasumber: KH. Ahmad Kosasih (Dewan Syariah Daarul Qur'an)

Penulis: Yudi