Wajah Kanjeng Nabi di Mata Santriku

Wajah Kanjeng Nabi di Mata Santriku
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Puluhan remaja putra menuju barisan jamaah salat Isya di Masjid An-Nawawi, Ahad (29/7). Syahdu kaki Gunung Sumbing selaras lantang suara seorang wanita paruh baya berteriak memanggil para santri dengan suara seraknya di antara azan dan iqamah. Suaranya mulai serak dan menghilang sejak sepekan lalu. Memang tidak mudah mengkoordinir ratusan santri usia remaja untuk mengikuti kegiatan rutin Pondok An Nawawi.

Wanita itu adalah Nihayati (53), wanita kelahiran Lampung ini adalah salah satu pengasuh Pondok Pesantren An Nawawi di Dusun Sarwodadi Lor, Desa Gadingrejo, Kecamatan Kepil, Wonosobo, Jawa Tengah. Biasa disapa dengan Bu Yati, usianya tak lagi muda tak menyurutkan semangatnya mengajarkan Alqur’an kepada 90 orang santri remaja. Takzim, bahkan para ustad dan ustadzah Madrasah Aliyah An Nawawi pun belajar mengaji kitab kepada Bu Yati.

Teh hangat yang diseduhnya menemani kisah tentang aktivitas keseharian Bu Yati. “Kulo ngajar lare-lare wonten mriki, kados mresani wajah Rosul (Saya mengajar santri-santri disini, seperti melihat wajah Rasulullah SAW),” tutur ibu empat anak itu.

Keikhlasannya mendedikasikan diri sebagai pendakwah Alqur’an tercermin dari sifat sabarnya dalam mengadapi tingkah usil santri-santrinya. Kenakalan para santri memang terkadang membuat geleng-geleng kepalanya. Namun, semangat mereka ketika mengaji dan berusaha mempelajari ilmu-ilmu agama membuatnya teringat perjalanan Rasulullah SAW dalam mendakwahkan Islam. Inilah sebab utama Yati selalu istiqamah dalam urusan dakwah.

Bu Yati merasa tidak ada kendala sama sekali dalam mengurus kegiatan pondok yang berdiri di atas tanah keluargannya. Bangunan miring, beralaskan papan kayu tua dengan tirai anyaman bambu itu menjadi tempat peristirahatan para santri. Rumah Bu Yati serupa dengan model asrama pondok masih beralaskan tanah tepat berada di sisinya. Rujukan ilmu di Pesantren An Nawawi ini murah senyum, pertanda besar sabar dan syukur beliau atas nikmat yang Allah SWT berikan kepadanya.

Semangat dakwah Bu Yati tersebut turun dari Alamarhum orang tuanya. “Bapak dulu berpesan sama saya, jika dekat pakailah mukena, jika jauh bawalah kitab,” ujar ibu empat anak itu. Maksudnya, orang tua Bu Yati berpesan kepadanya untuk selalu mendirikan salat dan teruslah belajar Islam. Slogan itulah yang menjadi alasan beliau memutuskan untuk mendampingi hidup Muhammad Syuhada, suami Bu Yati yang juga menjadi Kyai kampung, untuk mengasuh pondok pesantren An Nawawi. Pun Pak Syuhada memandu pengajian Alqur’an dan memotivasi santri-santrinya untuk menjadi hafizh setiap hari selepas Subuh dan Maghrib.

Sejak 2016, silaturahim Bu Yati dan Pak Syuhada dengan PPPA Daarul Quran terjalin pada program Simpatik Guru, salah satu program untuk mendukung dakwah Alqur’an di pelosok Indonesia. Sebagai seorang pengajar Alqur’an, baginya Simpatik Guru sangat membantu kebutuhan keluarga terutama untuk menyokong pendidikan keempat anaknya yang juga menjadi harapannya melanjutkan langkah dakwahnya.

Semoga Bu Yati dan Pak Syuhada, juga ratusan pendakwah yang tergabung dalam program Simpatik Guru PPPA Daarul Qur’an senantiasa istiqamah dalam mengajarkan Islam dan Al Qur’an di lingkungannya. Aamiin Allahumma Aamiin.