DSN MUI Nilai Pentingnya Zakat Produktif

DSN MUI Nilai Pentingnya Zakat Produktif
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Berbagai macam cara dilakukan untuk menyetarakan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Dalam Islam, dikenal suatu sistem pemberdayaan umat yang pengelolaannya berasal dari dana umat, yakni zakat. Perkembangan zaman dan majunya teknologi mendorong pergerakan penghimpunan zakat menjadi lebih fleksibel dan luas.

Dalam proses ini lahir sebuah alternatif zakat yang dikenal dengan zakat produktif. Menurut Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Dewan Pengawas Lembaga Perbankan Syariah Adiwarman Azwar Karim, zakat dibagi atas dua bagian menurut penerimanya.

“Yaitu fii dan lii. Kalau lii, memang tidak bisa kita apa-apakan, hanya untuk penerima saja. Tapi kalau yang untuk lii, insyaAllah sesuatu yang bisa dijadikan zakat produktif," ujar Adiwarman dalam wawancara yang dilaksanakan di Hotel Ciputra, Jakarta, Selasa (5/11).

Menurutnya, zakat produktif sangatlah penting, terlebih jika dikorelasikan dengan sektor pertanian yang mana merupakan salah satu komoditas utama masyarakat Indonesia. Melimpahnya jumlah petani dan lahan pertanian di Indonesia, jika tidak disertai pengelolaan yang baik maka hanya akan menjadi catatan angka belaka.

"Kalau kita bicara zakat produktif pada sektor pertanian, ada tiga yang bisa kita manfaatkan. Pertama adalah lii tadi, karena banyak petani yang fuqara (fakir) dan masakin (miskin), ini bisa kita kasih tapi jumlahnya terbatas. Yang kedua, ada yang fii tadi, tapi jumlahnya tidak banyak juga karena banyak golongan lain yang harus dikasih selain petani tadi,” tuturnya.

Adapun pemanfaatan dana zakat yang ketiga yakni melalui crowdfunding atau praktik penggalangan dana dalam sektor pertanian. Menurut Adiwarman jika zakat dikembangkan untuk menjadi penarik crowdfunding, maka jumlah dana yang terhimpun akan jauh lebih besar sehingga bisa membangun pertanian yang lebih maju.

Namun ada ada dua hal yang harus diupayakan  mengembangkan zakat produktif pada sektor pertanian ini, yakni timing dan transparansi. “Timing harus tepat antara uang zakat untuk menarik crowdfunding. Kemudian wajib adanya transparansi, karena orang kalau bayar zakat tapi nggak tahu uangnya jadi apa, orang jadinya nggak senang. Tapi kalau dia tahu, uangnya jadi apa, pasti dia akan senang," tuturnya.

Ia berharap bahwa dana zakat yang dikelola dengan metode yang baik ini dapat menarik pemerintah untuk ikut berpartsipasi agar perataan kesejahteraan masyarakat akan terlaksana dengan efisien. "Semoga para petani bisa merasakan dampaknya dari zakat ini," imbuhnya.

Sebab, jika pertanian tak dikembangkan dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia maka akan berakibat pada krisis kedaulatan pangan. Vietnam dan Thailand merupakan negara yang memasok beras ke Indonesia. Adiwarman menilai, jika kedua negara tersebut memutuskan untuk tidak lagi mengekspor berasnya ke tanah air, maka akan jadi masalah untuk negara dan seluruh warganya.

“Karenanya pertanian dari sisi ilmu pertahanan Nasional merupakan salah satu pilar yang harus dijaga. Sehingga, penyelenggaraannya harus dilakukan secara berjamaah agar hasil yang didapatkan lebih maksimal,” tuturnya.

Sektor pertanian juga menjadi fokus PPPA Daarul Qur’an dalam mengelola dana zakat. Salah satunya melalui Daqu Agrotechno yang hasilnya dimanfaatkan untuk keberlangsungan pangan sehari-hari para santri penghafal Al-Qur’an di pesantren-pesantren tahfizh Daarul Qur’an. (dio/ara)