Tekad Lichun Menghafal Al-Qur'an
Lichun, begitu biasanya ia disapa. Dirinya adalah santri Rumah Tahfidz Riyadhul Jannah yang menjadi peserta Ujian Tahfidz Nasional (WTN) 30 juz pada Februari lalu bertempat di Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Jawa Tengah.
Bagi para pejuang hambatan bukanlah penghalang, melainkan tantangan untuk dihadapi dan ditaklukkan. Mungkin kalimat tersebut yang paling tepat mendeskripsikan sosok Ahmad Muslichun.
Lichun, begitu biasanya ia disapa. Dirinya adalah santri Rumah Tahfidz Riyadhul Jannah yang menjadi peserta Ujian Tahfidz Nasional (WTN) 30 juz pada Februari lalu bertempat di Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Jawa Tengah.
Perjalanannya menghafalkan Al-Qur'an dimulai saat ia berusia 15 tahun. Lichun menceritakan hal yang memotivasi dirinya untuk menjadi penghafal Al-Qu'ran, yaitu keinginannya untuk memberikan syafaat dan mahkota kehormatan kepada kedua orang tuannya besok di akhirat kelak, mengingat ayah Lichun telah wafat beberapa tahun yang lalu.
Selain menjadi hafidz Qur'an, Lichun juga bercita-cita menjadi polisi. Meskipun dilahirkan di keluarga yang penuh keterbatasan ditambah kini tinggal ibunya saja yang menjadi tulang punggung keluarga tidak membuat Lichun menyerah kepada keadaan. Tekadnya untuk menjadi polisi yang hafidz quran tidak akan pernah padam.
Lichun berpesan kepada teman-teman yang punya keinginan untuk menghafal Al-Qur’an namun masih ragu, agar tidak perlu ragu dan risau dengan masa depan seorang penghafal Al-Qur'an.
“Jangan ragu untuk menghafal Al-Qur'an, karena orang yang menghafal Al-Qur'an itu nggak mungkin nggak diurusi sama Allah, fokus aja jalani, masa depan pasti sudah Allah siapkan,” ungkapnya.
Selain itu hikmah nyata yang ia rasakan ketika menjadi penghafal Al-Qur’an adalah hidup yang lebih tenang dan tidak banyak masalah.
Oleh: Zaky, PPPA Daarul Qur’an Semarang