Tangisan Pelejit Hafalan

Tangisan Pelejit Hafalan
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Kata istiqomah barangkali adalah kata yang pantas untuk menggambarkan tentang gadis manis bernama Annisa Eka Putri. Tinggal di lingkungan yang dikelilingi beberapa TPA membuat ia sudah tidak merasa asing lagi dengan suasana mengaji dan sebutan santri.

Teman-teman memanggil dirinya Annisa. Mengaji adalah rutinitas yang sudah dilakukan gadis kelahiran Bantul, 8 April 2005 sejak masih kecil. Keinginan untuk tidak hanya sekedar mengaji dimulai ketika dirinya duduk di bangku kelas 5 SD. Rasa penasaran yang muncul dilatar belakangi oleh santri-santri penghafal Qur'an di Rumah Tahfidz Al-Ansor, binaan PPPA Daarul Qur'an Cabang Yogyakarta. Semakin hari, rasa penasaran itu tumbuh semakin kuat menyelimuti hati dan pikirannya.

Putri dari Bapak Hermaka dan Ibu Sumarmi ini pun meminta doa restu pada kedua orang tua untuk belajar menghafal Al-Qur'an. Berawal dari rasa penasaran, tantangan untuk bisa menghafal pelan tapi istiqomah berusaha Annisa wujudkan.

"Waktu dulu masih kecil, kelas 5 SD, saya penasaran dan pengen seperti mbak-mbaknya yang menghafal Qur'an di sini. Terus saya bilang ke orang tua. Alhamdulillah orang tua mengizinkan..." ungkap gadis empat bersaudara tersebut.

Kesibukan antara sekolah dan menghafal Qur'an juga pernah menjadi tantangan sendiri untuk Annisa. Pelupuk mata yang mulai berkaca saat ia bercerita juga mewakili jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan pada dirinya. Hafalan yang sempat terkendala bahkan lupa, juga susahnya menghafal membuat dirinya menangisi setiap hafalan yang hilang. Menyendiri dan mencari kesunyian adalah jurus yang Annisa lakukan saat ingin menangis dan kembali memfokuskan pada hafalan.

"Kalau hafalannya lagi susah, aku nangis kak, kok aku nggak hafal-hafal. Pengennya sih bisa terus fokus aja ke hafalan, bukan ke yang lainnya..." tuturnya.

Karena kegigihan dan keistiqomahannya dalam bersusah payah menghafal terlepas dari perekonomian keluarga yang tidak menentu, kadang ada kadang tidak, gadis berparas ayu ini perlahan-lahan bisa terus menambah hafalan.

Di tengah krisis pandemi akibat Covid-19 yang kian mencekam, perekonomian keluarga Annisa juga makin memprihatinkan. Bapak yang bekerja sebagai tukang sablon belum tentu ada pemasukan di masa seperti ini. Ibu yang hanya bantu-bantu juga penghasilan tak seberapa dan belum menentu.

Didikan Ustadzah Murfiah juga turut membangun karakter pada setiap santri termasuk Annisa. Andap asor dan ramah pada masyarakat juga melekat pada diri Annisa. Tidak banyak yang diharapkan, ia hanya punya keinginan menggapai ridho illahi dengan menghafal Al-Qur'an. Bagi dirinya setiap hal yang dilakukan jika sudah mendapat ridho Allah pasti akan dimudahkan.

Jatuh bangun ujian yang menjadi rintangan selalu berhasil dilewati berkat murninya niat dalam hati dan dorongan semangat dari kedua orang tua yang begitu menyayangi Annisa. Berharap kelak Annisa bisa membahagiakan kedua orang tua tidak hanya di dunia saja, tapi juga di akhirat tempat hidup yang abadi.