Tanpa Seorang Guru, Manusia Tak Dapat Mengenal Tuhannya

Tanpa Seorang Guru, Manusia Tak Dapat Mengenal Tuhannya
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran
pppa-daarul-quran

Agus Jumadi telah mendedikasikan dirinya menjadi seorang guru sejak usianya baru menginjak 19 tahun. Kala itu Ustadz Agus sapaan akrabnya, masih menempuh pendidikan Strata 1 di salah satu perguruan tinggi negeri. Kini usianya sudah 33 tahun, itu berarti ia telah mengabdikan diri sebagai seorang guru selama 14 tahun.

Ia menilai, dirinya tak akan sampai pada tahap ini tanpa peran seorang guru. Sosok guru menurut Ustadz Agus adalah orang yang sangat berperan bagi kemajuan seseorang, karena tidak akan bisa manusia mengenal Tuhannya, tanpa peran seorang guru.

"Tidak akan bisa manusia mengenal Tuhannya, bisa baca Qur'an, bisa sholat, bisa ibadah, bisa tahu akhlak baik atau buruk, tanpa adanya seorang guru. Guru adalah sosok yang sangat berjasa sekali dalam pembentukan karakter seseorang," ucap Ustadz Agus.

Ada sebuah kutipan dari Syeikh Abdul Qodir Jaelani yang berbunyi bahwa ketika seseorang belajar ilmu agama, maka harus ada seorang guru yang mengajarkannya. Karena jika tidak, maka iblis-lah yang akan menjadi gurunya.

“Maksudnya apa? Maksudnya adalah Islam memandang guru sebagai hal yang sangat vital dan urgent. Karena itu, Allah pun menurunkan percontohan bagi seluruh ummat manusia yaitu Rasulullah,” ujar Ustad Agus menerangkan.

Nabi Muhammad diturunkan Allah kepada manusia sebagai seorang guru dengan semua perangai yang lengkap dan sempurna. Itulah kenapa ada fungsi Nabi dan Rasul, yaitu untuk memberikan kabar gembira dan peringatan.

"Alhamdulillah, saya sudah pernah mengajar segala usia, mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai mahasiswa," tutur Ustadz Agus.

Dalam setiap mendidik santri-santrinya, Ustadz Agus berpikir bahwa tidak ada anak yang nakal dan bodoh. Mereka seperti gelas kosong yang dapat diisi dengan berbagai mcam ilmu. Jika ilmu yang ditanamkan kepada mereka baik, maka hasilnya pun akan baik. Akan tetapi sebaliknya, jika yang diberikan kepada mereka hal yang buruk maka akan berdampak buruk bagi mereka dan lingkungannya pula.

Para santri yang pernah belajar bersama Ustadz Agus kini banyak yang menjadi orang-orang sukses di bidangnya masing-masing. "Alhamdulillah, anak-anak yang saya ajarkan banyak yang sudah sukses, ada yang jadi dokter, pilot, tentara, dosen. Kemarin waktu haji, saya bertemu santri saya dulu, sekarang kuliah di Libya, kemudian ngrobrol dengan saya, masyaAllah," jelasnya dengan antusias.

Menurutnya, sepak terjang menjadi seorang guru sangat menarik. Meski harus menahan emosi ketika ada santri yang tertidur di dalam kelas saat pejalaran berjalan, ia tidak pernah menaruh benci dan dendam kepada mereka. Ustadz Agus mengatasinya dengan celoteh dan kisah-kisah motivasi. Ia merasa kecewa jika banyak anak-anak yang terlibat kasus tawuran, apalagi sampai berurusan dengan narkoba.

Ustadz Agus yakin dengan adanya pembangunan karakter melalui pesantren, khususnya Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an, generasi muda dapat diramu menjadi lebih baik, sehingga memiliki akhlak seperti Rasulullah.

Harapannya kelak, anak-anak didiknya menjadi pemimpin masa depan yang menggantikan dirinya, menajdi milenial Qur'ani. Ustadz Agus menjelaskan, kalau istilah milenial identik dengan orang-orang yang melek teknologi. Maka milenial Qur'ani adalah orang-orang yang tidak hanya melek teknologi, tapi juga melek terhadap ayat-ayat Allah. Tidak hanya ahli dalam bidang dunia tapi juga ahli Qur'an, hafal Qur'an 30 juz.

"Mudah-mudahan anak-anak Indonesia ke depan, presidennya yang hafal Qur'an, menterinya hafal Qur'an, gubernurnya hafal Qur'an, bupati, walikota, kadesnya hafal Qur'an, dan nanti kalau sudah hafal Qur'an semuanya, sangat mudah untuk membentuk negeri yang indah seperti baldatun thayyibatun warabbun ghafuur," imbuh Ustadz Agus. (dio/ara)