Menjadi Orang Tua Para Penghafal Al-Qur'an
Berbagai ikhtiar Daarul Qur'an untuk melahirkan generasi penghafal Al-Qur'an melalui program-program terbarunya terus digencarkan. Kini, muncul program penghimpunan yang dikenal dengan istilah Wali Asuh. Program ini memungkinkan setiap donatur memiliki santri asuh yang tersebar di sektor pendidikan Daarul Qur'an, salah satunya Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an Takhassus.
Manager Cabang, MPZ, dan Luar Negeri PPPA Daarul Qur’an Diki Alaudin, yang juga sekaligus pencetus program wali asuh, mengatakan terobosan ini bermula dari pemikiran untuk kembali terfokus pada core Daarul Qur'an yaitu mencetak para penghafal Al-Qur'an.
Setiap donatur yang ikut serta dalam program wali asuh berkomitmen untuk memberikan donasinya pada tiap bulan selama satu tahun. Akan tetapi, mereka dapat meneruskan program ini jika ingin tetap menjadi wali asuh santri di tahun-tahun berikutnya.
Kini program wali asuh memasuki tahun ketiga. Tercatat lebih dari 500 orang telah menjadi wali asuh baik secara perorangan maupun kolektif. Mengingat, donatur dapat membiayai satu orang santri secara mandiri maupun berkelompok.
Diki menjelaskan, dana yang terkumpul setiap bulannya akan diserahkan kepada direktorat Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an Takhassus lalu kemudian didistribusikan ke 302 santri pada masing-masing pesantren. Saat ini terdapat sembilan Pesantren Tahfizh Daarul Qur'an Takhassus yang tersebar di Kemang, Cimanggis, Cinagara, Cikarang, Baturaja, Tegal, Brebes, Semarang dan Banyuwangi.
Diki mengungkapkan bahwa pembibitan penghafal Al-Qur'an merupakan program bersama. Tidak akan dapat dilakukan hanya oleh Daarul Qur'an. Artinya, dukungan seluruh komponen masyarakat sangat dibutuhkan dalam menyukseskan visi ini.
“Karena ini termasuk bagian dari pendidikan nasional, dan dalam sistem pendidikan nasional, semua komponen masyarakat baik dari pemerintah sampai masyarakat sendiri bertanggung jawab, dan yang kedua tentu saja kita berharap program ini tidak hanya dimiliki Daarul Qur'an, tapi menjadi milik masyarakat, dengan cara apa? Yaitu mereka ikut mengatur, mereka memiliki santri asuh, memiliki tanggung jawab, bagaimana ikut melahirkan generasi penghafal Al-Qur'an di Indonesia,” ujar Diki.
Diki berharap masyarakat luas dapat terhubung dengan perjuangan para santri melalui program wali asuh ini. Sebab, impian mayoritas para donatur adalah memiliki anak-anak yang hafizh dan hafizhah. Dengan menjadi wali asuh, keinginan mereka untuk memiliki anak penghafal Al-Qur'an dapat terwujud. (dio/mnx)